Banner 250 x 200

PADAMNYA RASA CEMBURU

|

Cemburu, asal tidak berlebihan, merupakan salah satu sifat terpuji yang harus dimiliki pasangan suami istri. Sayangnya, kerusakan moral atas nama modernitas telah mengikis rasa cemburu itu. Walhasil, pintu perselingkuhan pun terbuka lebar hingga berujung pada runtuhnya bangunan rumah tangga.



Banyak kita jumpai fenomena di mana seorang suami tidak lagi merasa berat hati bila melihat istrinya keluar rumah berdandan lengkap dengan beraneka polesan make-up di wajah. Sang istri datang ke pesta, ke pusat perbelanjaan, ataupun ke tempat kerja hanya dengan pakaian ‘sekedarnya’ yang memperlihatkan auratnya. Tak cuma itu, keluarnya istri dari rumah pun seringkali hanya ditemani sopir pribadinya.
Hati suami seakan tak tergerak. Darahnya pun seolah tidak mendidih melihat semua itu. Justru terselip rasa bangga bila istrinya dapat tampil cantik di hadapan banyak orang. Parahnya lagi, dia tetap merasa tenang ketika ada lelaki lain yang mendekati istrinya dan berbicara dengan nada akrab. Bahkan sekali lagi dia merasa bangga bila lelaki lain itu mengagumi kecantikan istrinya.

Yang ironis, sang suami dengan semua itu, kemudian memandang dirinya sebagai seorang yang berpikiran maju, moderat, penuh pengertian, dan mengikuti perkembangan jaman. Innalillahi wa inna ilaihi raji‘un.

Kebobrokan akhlak yang sangat parah pun menimpa, tatkala ghirah itu hilang… tatkala bara cemburu itu padam… Seorang suami tidak lagi memiliki ghirah terhadap istrinya, tidak ada rasa cemburu yang membuat dia menjaga istri dengan baik. Menyimpannya dalam istana yang mulia agar tidak terjamah tatapan mata dan sentuhan tangan yang tidak halal… Tidak ada lagi rasa cemburu di hatinya yang dapat mendorong untuk menjaga istrinya agar tidak melakukan hal-hal yang dilarang Allah dan Rasul-Nya, agar tidak melakukan pelanggaran akhlak dan moral. Bahkan, dia sendiri terjerembab, jatuh dalam jurang kenistaan.

Ghirah yang Hilang

Bila kita bandingkan kenyataan yang kita dapati pada hari ini dan kisah masa lalu, maka yang terucap hanyalah kata rindu, rindu kepada masa lalu. Betapa orang-orang dahulu begitu menjaga wanita mereka. Tidak mereka biarkan wanita mereka terlihat oleh mata-mata yang tidak halal, apalagi terkena sentuhan. Merupakan suatu aib bagi mereka bila wanita keluar rumah tanpa memakai kain penutup seluruh tubuhnya. Suatu cela bagi mereka bila ada lelaki lain berbicara dengan wanita mereka.

Mereka lazimkan wanita untuk mengenakan perhiasan rasa malu dan ‘iffah (menjaga kehormatan dan harga diri). Perbuatan seperti itu bukan sekedar tradisi dan budaya suatu masyarakat atau bangsa tertentu. Namun demikianlah yang diinginkan dalam syariat agama yang mulia ini. Dengan ghirah ini kemuliaan mereka pun tetap terjaga dan akhlak mereka terpelihara. Namun ketika ghirah ditanggalkan dan wanita dibiarkan keluar dari rumahnya tanpa rasa malu, terjadilah apa yang terjadi. Fitnah dan kerusakan moral yang tak terkira. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam jauh sebelumnya telah memperingatkan:

“Sesungguhnya dunia ini manis dan hijau. Dan Allah menjadikan kalian sebagai pengatur di dalamnya dengan turun temurun, lalu Dia melihat bagaimana kalian berbuat. Maka hati-hatilah kalian dari dunia dan hati-hatilah kalian dari wanita karena awal fitnah yang menimpa Bani Israil adalah pada wanitanya.” (Shahih, HR. Muslim no. 2742)

Jaman memang telah berubah. Mayoritas manusia semakin jauh dari akhlak yang lurus. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak datang kepada kalian suatu jaman kecuali jaman setelahnya lebih jelek darinya (yakni dari jaman sebelumnya) hingga kalian bertemu dengan Tuhan kalian.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 7068)

Ghirah Seorang Suami Menurut Tuntunan Islam

Di dalam agama yang mulia ini, seorang suami dituntut untuk memiliki ghirah atau rasa cemburu kepada istrinya, sehingga ia tidak menghadapkan istrinya kepada perkara yang mengikis rasa malu dan mengeluarkannya dari kemuliaan.

Sa’ad bin ‘Ubadah radhiyallahu ‘anhu pernah berkata dalam mengungkapkan kecemburuan terhadap istrinya:
“Seandainya aku melihat seorang laki-laki bersama istriku niscaya aku akan memukul laki-laki itu dengan pedang (yang dimaksud bagian yang tajam, red)…”

Mendengar penuturan Sa‘ad yang sedemikian itu, tidaklah membuat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mencelanya, bahkan beliau bersabda: “Apakah kalian merasa heran dengan cemburunya Sa`ad? Sungguh aku lebih cemburu daripada Sa`ad dan Allah lebih cemburu daripadaku.” (Shahih, HR. Al-Bukhari, dalam kitab An Nikah, bab “Al-Ghairah” dan Muslim no. 1499)

Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata: “Dalam hadits Ibnu ‘Abbas yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad, Abu Dawud dan Al-Hakim disebutkan bahwa tatkala turun ayat:

“Dan orang-orang yang menuduh wanita baik-baik berzina kemudian mereka tidak dapat menghadirkan empat saksi maka hendaklah kalian mencambuk mereka sebanyak 80 cambukan dan jangan kalian terima persaksian mereka selama-lamanya.” (An-Nur: 4)

Berkatalah Sa‘ad bin ‘Ubadah: “Apakah demikian ayat yang turun? Seandainya aku dapatkan seorang laki-laki berada di paha istriku, apakah aku tidak boleh mengusiknya sampai aku mendatangkan empat saksi? Demi Allah, aku tidak akan mendatangkan empat saksi sementara laki-laki itu telah puas menunaikan hajatnya.” Mendengar ucapan Sa‘ad, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Wahai sekalian orang-orang Anshar, tidakkah kalian mendengar apa yang diucapkan oleh pemimpin kalian?”. Orang-orang Anshar pun menjawab: “Wahai Rasulullah, janganlah engkau mencelanya karena dia seorang yang sangat pencemburu. Demi Allah, dia tidak ingin menikah dengan seorang wanita pun kecuali bila wanita itu masih gadis dan bila dia menceraikan seorang istrinya, tidak ada seorang laki-laki pun yang berani untuk menikahi bekas istrinya tersebut karena cemburunya yang sangat.” Sa‘ad berkata: “Demi Allah, sungguh aku tahu wahai Rasulullah bahwa ayat ini benar dan datang dari sisi Allah, akan tetapi aku cuma heran.” (Fathul Bari, 9/385)

Asma bintu Abi Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anha bertutur tentang dirinya dan kecemburuan suaminya: “Az-Zubair menikahiku dalam keadaan ia tidak memiliki harta dan tidak memiliki budak. Ia tidak memiliki apa-apa kecuali hanya seekor unta dan seekor kuda. Akulah yang memberi makan dan minum kudanya. Aku yang menimbakan air untuknya dan mengadon tepung untuk membuat kue. Karena aku tidak pandai membuat kue maka tetangga-tetanggaku dari kalangan Anshar-lah yang membuatkannya, mereka adalah wanita-wanita yang jujur. Aku yang memikul biji-bijian di atas kepalaku dari tanah milik Az-Zubair yang diserahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai bagiannya, dan jarak tempat tinggalku dengan tanah tersebut 2/3 farsakh1. Suatu hari aku datang dari tanah Az-Zubair dengan memikul biji-bijian di atas kepalaku, maka aku bertemu dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam beserta sekelompok orang dari kalangan Anshar. Beliau memanggilku, kemudian menderumkan untanya untuk memboncengkan aku di belakangnya2. Namun aku malu untuk berjalan bersama para lelaki dan aku teringat dengan Az-Zubair dan kecemburuannya, sementara dia adalah orang yang sangat pencemburu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengetahui bahwa aku malu maka beliau pun berlalu. Aku kembali berjalan hingga menemui Az-Zubair. Lalu kuceritakan padanya: ‘Tadi aku berjumpa dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam keadaan aku sedang memikul biji-bijian di atas kepalaku, ketika itu beliau disertai oleh beberapa orang shahabatnya. Beliau menderumkan untanya agar aku dapat menaikinya, namun aku malu dan aku tahu kecemburuanmu’.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 5224 dan Muslim no. 2182)

Bukanlah makna ghirah atau cemburu itu dengan selalu berprasangka buruk kepada istri sehingga selalu mengintainya siang dan malam guna mencari-cari kesalahannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Jauhilah oleh kalian kebanyakan dari prasangka karena sebagian prasangka itu dosa….” (Al-Hujurat: 12)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
“Hati-hati kalian dari prasangka3 karena prasangka itu adalah pembicaraan yang paling dusta.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 6064 dan Muslim no. 2563)

Ghirah Menyaring Kejelekan

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullahu berkata, bara dan panasnya ghirah ini akan menyaring kejelekan dan sifat tercela, sebagaimana emas dan perak dibersihkan dari kotoran yang mencampurinya. Orang-orang mulia dan tinggi harga dirinya pasti memiliki ghirah yang besar terhadap dirinya dan orang-orang yang dekat dengannya juga terhadap orang lain secara umum. Karena itulah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling memiliki ghirah terhadap umatnya. Dan ghirah Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih dibanding beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam. (Ad-Daau wad Dawa, hal. 106)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Tidak ada satupun yang lebih ghirah daripada Allah. Karena ghirah-Nya inilah Dia mengharamkan perbuatan keji baik yang tampak maupun yang tersembunyi.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 5220 dan Muslim no. 2760)

Ibnul Qayyim juga mengatakan: “Pokok dari agama ini adalah ghirah, maka siapa yang tidak memiliki ghirah berarti ia tidak memiliki agama. Ghirah ini akan melindungi hati sehingga terlindung pula anggota badan lainnya, tertolaklah dengannya segala perbuatan jelek dan keji. Sementara tidak adanya ghirah menyebabkan matinya hati hingga anggota badan lainnya pun ikut mati, akibatnya tidak ada penolakan terhadap perbuatan jelek dan keji.” (Ad-Daau wad Dawa, hal. 109-110)

Awal Runtuhnya Ghirah
Hilangnya ghirah dari lubuk hati seorang insan disebabkan oleh banyak hal, di antara sebab terbesar yang bisa kita saksikan adalah:

1. Kebanyakan mereka berpaling dari mempelajari agama yang agung ini, yang dengannya Allah memuliakan kita setelah sebelumnya kita hina. Namun ketika nikmat yang agung ini disia-siakan dan manusia enggan mengikuti petunjuk Rasul yang menyampaikan agama ini, mereka kembali terpuruk hina dina di hadapan umat lainnya. Sehingga mereka merasa minder bila tidak mengikuti orang-orang kafir. Sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, mereka terus mengikuti jejak orang-orang kafir tersebut. Dalam keadaan mereka menyangka bahwa itu adalah peradaban dan kemajuan, padahal sebenarnya hal itu adalah kehinaan dan kehancuran. Kenyataan yang demikian ini telah disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam jauh sebelumnya, beliau bersabda:
“Sungguh-sungguh kalian akan mengikuti sunnah (cara hidupnya) orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, hingga seandainya mereka masuk ke dalam lubang dhabb (sejenis biawak), kalian pun akan memasukinya.” Para shahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah mereka itu orang-orang Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab: “Siapa lagi (kalau bukan mereka)?” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 3456 dan Muslim no. 2669)

2. Termasuk perkara yang menyebabkan hilangnya ghirah dalam dada kaum muslimin adalah banyaknya fitnah dan perubahan yang mereka terima lalu ditelan mentah-mentah oleh hati-hati mereka sehingga menjadi bagian darinya. Akibatnya terbaliklah fitrah mereka. Dalam pandangan mereka, yang mungkar adalah ma‘ruf dan yang ma‘ruf adalah mungkar. Bila ada yang membawakan kebenaran kepada mereka sementara kebenaran itu menyelisihi kebiasaan mereka, maka mereka menganggap hal itu jumud, terbelakang, dan menghambat kemajuan. Membebaskan wanita keluar dari rumahnya dengan segenap keindahannya adalah termasuk kemajuan dalam pikiran kotor mereka.

3. Hal lain yang membuat seorang suami menanggalkan ghirah-nya adalah persangkaannya yang keliru. Dia menyangka bahwa rasa malu dan menutup tubuh (berhijab) bagi wanita adalah bagian dari masa lalu sehingga telah ketinggalan jaman bila tetap dikenakan di masa modern ini. Ia tidak ingin mengekang istrinya dengan kebiasaan yang sudah usang dimakan jaman, bahkan ia ingin menunjukkan kepada istrinya dan kepada orang lain bahwa ia seorang laki-laki yang moderat dan selalu mengikuti kemajuan.

4. Tenggelam dalam lumpur dosa termasuk salah satu sebab padamnya api ghirah di dalam hati dan hal ini merupakan hukuman atas dosa yang diperbuat. (Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Ad-Daau wad Dawa, hal. 106)
Dari penjelasan yang kita dapatkan di atas, pahamlah kita bahwa ghirah dalam batasan yang diperkenankan syariat merupakan sifat yang terpuji. Dengan ghirah ini seorang laki-laki dapat menjaga istrinya dan mahramnya yang lain dari perbuatan yang melanggar syariat Allah Subhanahu wa ta’ala. Sebaliknya tidak adanya ghirah menyebabkan seorang suami membiarkan istrinya jatuh ke dalam lumpur noda dan dosa. Akibatnya kejelekan dan fitnah pun tersebar…
Betapa butuhnya kita untuk kembali kepada aturan syariat yang mulia ini. Betapa perlunya kita kembali menengok ke masa lalu yang sangat menjaga ghirah, masa lalu yang sarat dengan penerapan ajaran agama yang mulia ini. Dan sungguh ini adalah senandung kerinduan kepada masa lalu….
Wallahu ta‘ala a‘lam bish-shawab.


Read More......

Karakteristik Istri Shalihah

|

Wanita Shalihah (isteri shalihah) merupakan sebaik-baik dan semulia-mulia gelar yang diberikan kepada wanita kekasih Allah. Titel atau gelar itu bukan sekadar nama dan kebanggaan, tetapi dia adalah buah dari satu perjuangan panjang dalam kehidupan seorang wanita. Masyarakat Muslim diingatkan, supaya waspada terhadap khadra'uddiman, yaitu wanita cantik yang tumbuh dewasa di tempat yang buruk.

BANYAK wanita mendambakan titel itu, tetapi sangat sedikit yang sampai kepada tujuan yang dirindukan. Sebab, perjalanan panjang yang harus ditempuh oleh seorang wanita meng-haruskannya melalui jalan yang terjal, berkelok, ber-batu, naik bukit dan turun gunung, penuh onak dan duri. Kenanglah sejenak perjalanan hidup para pemimpin wanita ahli sur-ga, yaitu sebaik-baik wa-nita sebagaimana sabda Rasulullah Saw berikut ini.

“Sebaik-baik wanita ialah Maryam binti Imran dan sebaik-baik wanita ialah Khadijah binti Khuwailid.” (HR. Bukhari Muslim). Dari Abu Musa ra. berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Lelaki yang sempurna ba-nyak, tetapi tidak demikian halnya bagi wanita kecuali Asiah istri Fir'aun dan Mar-yam binti Imran. Dan sesung-guhnya keutamaan Aisyah atas wanita lainnya seperti ke-utamaan tsarid (lauk yang berminyak) atas makanan lainnya.” (HR. Bukhari). Nabi Saw bersabda: “Fati-mah adalah pemimpin wa-nita ahli surga”. (HR. Bukhari)

Kesemua wanita yang disebut di dalam hadits-hadits di atas, yang diberi gelar sebagai sebaik-baik wanita ahli surga (Mar-yam, Asiah, Khadijah, Aisyah dan Fatimah) ada-lah wanita-wanita yang perjalanan hidupnya pe-nuh dengan ujian dan tan-tangan. Mereka ditimpa banyak musibah dan bala bencana, baik dalam urusan keluarga, masya-rakat dan musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya. Na-mun mereka tidak ber-geming dari keimanan dan ketaatan kepada Allah Swt.
Apakah ciri dan karakter yang dimiliki da-lam menjalankan ke-hidupan sehari-hari, se-hingga dengan tegar ber-tahan dari segala amuk duniawi, dan mendapat-kan gelar mulia se-bagai wanita/istri shalihah? Se-cara umum dijelaskan di dalam al-Qur'an, Allah Swt berfirman:|

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wa-nita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri[ ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” (Qs. An Nisaa' 4: 34)

Inilah ayat yang me-nerangkan secara terpe-rinci tentang ihwal kaum wanita dalam ke-hidupan rumah tangga yang berada di bawah ke-pemimpinan kaum pria. Disebutkan bahwa ada dua jenis wa-nita: yang shalihah dan yang tidak shalihah. Lalu ciri shalihah antara lain adalah taat, yaitu taat ke-pada Allah Swt, kepada Rasul Nya dan taat kepada suami. Selain itu dia betah tinggal di rumah, bersikap ma'ruf kepada suami dan menjaga kehormatan diri di saat suaminya tidak ada di rumah.

Ats-Tsauri dan Qata-dah mengatakan: Arti menjaga kehormatan diri di saat suami tidak ada di rumah adalah menjaga segala sesuatu yang mesti dipelihara, baik berkenaan dengan kehormatan diri maupun harta. Sementara itu Ibnu Jarir dan al-Baihaqi meriwayatkan ha-dits dari Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Nabi Saw bersabda:

“Sebaik-baik wanita adalah yang menawan hati-mu bila engkau pandang, taat manakala engkau perintah, dan menjaga hartamu serta memelihara kehormatan diri-nya ketika engkau tidak ada di rumah.” Kemudian Rasulullah Saw. membaca ayat tersebut di atas. (Qs. An Nisaa' 4: 34).

Syeikh Muhammad Abduh mengatakan bahwa yang dimaksud dengan menjaga kehormatan diri di sini adalah menutup apa yang dapat membuat malu ketika diperlihatkan atau diungkapkan. Artinya, menjaga segala sesuatu yang secara khusus berke-naan dengan rahasia suami istri, serta tidak menceritakan rahasia su-aminya kepada siapa-pun kecuali kepada orang yang benar-benar dipercaya ka-rena ingin mencari solusi keruwetan rumah tangga.

Secara syar'i, yang juga bisa dikategorikan da-lam hal ini adalah keha-rusan merahasiakan se-gala sesuatu yang berkait-an dengan hubungan intim suami istri, termasuk di da-lamnya menceritakan hal-hal yang tidak senonoh. Jangan seperti khadrau'ud-diman, seperti yang sering ditayangkan infotainment tv, mengumbar segala au-rat keluarga sehingga o-rang jijik mendengarnya.

Apatah lagi bila sam-pai ke bentuk-bentuk peri-laku yang mereka laksana-kan sebagai pasangan sua-mi isteri yang tidak layak didengar oleh selain me-reka. Selain itu juga dapat difahami bahwa ungkapan yang disebut oleh al-Qur-'an di atas, merupakan salah satu ungkapan yang memiliki arti kiasan yang amat mendalam: meng-hentak kaum wanita yang keras hati, namun bisa di-fahami rahasianya oleh mereka yang berhati lembut.

Kaum wanita me-mang memiliki naluri yang demikian lembut, dimana anda sekalian bisa mene-robos hati mereka hanya dengan menyentuh ujung jarinya saja. Jantung me-reka memiliki nadi-nadi peka yang segera memom-pakan darah ke raut wajah mereka manakala mene-rima rangsangan.

Maka tidak dibenar-kan menghubungkan lang-sung kalimat hifzhul ghaib (menjaga harta dan kehor-matan diri) dengan kalimat bima hafizhallah (sebagai-mana Allah menjaga diri-nya). Sebab perpindahan yang demikian drastis dari penuturan rahasia diri yang tersembunyi ke arah penuturan penjagaan Allah yang demikian jelas memalingkan seseorang untuk berfikir secara ber-kepanjangan tentang hal-hal yang berada di balik tabir-tabir rahasia pribadi suami istri. Yakni, hal-hal yang tersembunyi dan rahasia, untuk dialihkan pada pengawasan Allah Azza wajalla.

Penghormatan yang diberikan kepada kaum wanita melalui kesaksian Allah tersebut di atas, di-maksudkan agar mereka tetap terjaga dari jamahan tangan-tangan kotor, pan-dangan mata jahil, atau pergunjingan, di saat sua-mi mereka tidak berada di rumah, melalui bujukan, rayuan berupa lembaran-lembaran uang, mobil mewah, rumah indah atau beberapa kerat roti.

Jadi, wanita-wanita shalihah ialah wanita yang menjaga harta dan kehor-matan dirinya ketika su-aminya tidak di rumah, sebagaimana Allah telah menjaga mereka. Itulah yang menjadi sifat shalihah kepada mereka. Sebab se-orang wanita yang sha-lihah akan selalu men-dapat pengawasan dari Allah Swt, dan ketakwaan yang mereka miliki me-nyebabkan mereka bisa menjadi wanita-wanita yang terpelihara dari sifat khianat dan mampu men-jaga amanat.

Oleh karena itulah yang dimaksud dengan Wanita Shalihah dalam ayat di atas adalah mereka yang selalu taat kepada Allah Swt, Rasul Nya, suaminya dan tidak mem-perturutkan hawa nafsu-nya dalam hidup harian-nya. Apabila dikaitkan arti ayat yang disebutkan di atas tepat sekali untuk menggambarkan ihwal kaum wanita masa kini yang senang membeberkan rahasia-rahasia rumah tangga sendiri, atau rumah tangga orang lain (gosip wanita sinetron) dan tidak bisa menjaga harta dan kehormatan dirinya mana-kala suami mereka tidak berada di rumah bukanlah termasuk dalam koridor wanita shalihah.

Jangan seperti khad-rau'uddiman, seperti yang sering ditayangkan infotai-ment tv, mengumbar segala aurat keluarga sehingga orang jijik mendengarnya. Jika diamati dengan seksa-ma keterangan diatas, ma-ka dapat disimpulkan bah-wa isteri yang shalihah mempunyai karakter se-bagai berikut:

1. Menaati Allah dan Rasul Nya
Dengan ketaatannya itulah sebagai aset terbesar baginya untuk meraih ganjaran tertinggi sebagai buah dari ilmu dan iman-nya. Yaitu surga yang pe-nuh dengan kenikmatan, dia kekal didalamnya se-lama-lamanya. Allah Swt. berfirman:|

(Hukum-hukum ter-sebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barang-siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah me-masukkannya kedalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. (Qs. An Nisaa', 4: 13)

Firman Allah lagi: “Dan barangsiapa yang men-taati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sa-ma dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (Qs. An Nisaa', 4: 69)

Abu Hurairah ra ber-kata, Rasulullah Saw ber-sabda: “Semua ummatku akan masuk surga kecuali yang enggan (tidak mau). Pa-ra sahabat bertanya: Siapa-kah yang enggan itu wahai Rasulullah? Beliau men-jawab: Barang siapa yang ta'at kepadaku (mengikuti Sunnahku), dialah yang akan masuk surga, dan barang siapa yang mendurhakaiku, maka dialah yang yang enggan masuk surga.” (HR Bukhari)
Maka demikian pula seorang wanita atau isteri, dia akan masuk surga de-ngan menaati Allah dan Rasul-Nya dengan se-benar-benarnya.

2. Menaati Suami
Ketaatan kepada su-aminya merupakan pin-tu keselamatan baginya un-tuk meraih kenikmatan yang kekal dan abadi di surga. Rasulullah Saw bersabda:
“Jika seorang isteri itu telah menunaikan shalat lima waktu, dan shaum (puasa) di bulan Ramadhan, dan men-jaga kemaluannya dari yang haram serta taat kepada suaminya, maka akan di-persilakan: masuklah ke surga dari pintu mana saja kamu suka.” (HR. Ahmad)

Diriwayatkan dari Ummu Salamah, bahwasa-nya Asma datang kepada Nabi dan berkata: Sesung-guhnya aku adalah utusan dari kaum wanita Muslim, semua mereka berkata dan berpendapat sebagaimana aku Wahai Rasulullah, se-sungguhnya Allah telah mengutusmu kepada laki-laki dan wanita, kami telah beriman kepadamu dan mengikutimu, (namun) ka-mi kaum wanita merasa dibatasi dan dibelenggu. Padahal kamilah yang me-nunggu rumah mereka, tempat menyalurkan nafsu mereka, kamilah yang mengandung anak-anak mereka, sedang mereka dilebihkan dengan sholat berjamaah, menyaksikan jenazah dan berjihad di jalan Allah.

Dan apabila mereka ke luar berjihad, kamilah yang menjaga harta me-reka dan kamilah yang me-melihara anak-anak me-reka, maka apakah kami tidak mendapatkan bagian pahala mereka wahai Rasulullah? Maka ber-palinglah Rasulullah ke-pada para sahabatnya dan bertanya: Apakah tadi ka-mu sudah mendengar pertanyaan sebaik itu dari seorang perempuan ten-tang agamanya? Mereka menjawab: Ya, Demi Allah wahai Rasulullah, kemu-dian beliau bersabda: Pergilah engkau wahai Asma dan beritahukanlah kepada wanita-wanita yang mengutusmu bahwa layanan baik salah seorang kamu kepada suaminya, meminta keridhaannya dan menuruti kemauannya menyamai (pahala) amal-an laki-laki yang engkau sebutkan tadi. Maka Asma pun pergi sambil bertahlil dan bertakbir karena gem-biranya dengan apa yang diucapkan Rasulullah ke-padanya. (Al Istii'aab, Ibnu 'Abd al Bar)

Dari Ibnu Abbas ra ia berkata, wakil wanita ber-kata:“Wahai Rasulullah, saya wakil dari kaum wanita untuk berjumpa denganmu. Sesungguhnya jihad hanya diwajibkan atas kaum laki-laki saja, sekiranya mereka menang mereka memperoleh pahala dan sekiranya mereka terbunuh, maka mereka senantiasa hidup dan diberi rizki di sisi Rabb mereka. Sedangkan kami golongan wanita menjalankan tugas (berkhidmat) untuk mereka, maka adakah bagian kami dari yang tersebut? Maka Rasulullah menjawab, Sam-paikanlah kepada siapa saja dari kaum wanita yang eng-kau temui, bahwa taat kepada suami dan mengakui hak sua-mi adalah menyamai yang demikian itu, dan amat sedikitlah di antara kamu yang mampu melaksana-kannya.” (HR al Bazzar)

3. Melayani Suami
Sebagian isteri sangat taat kepada suaminya, tapi kurang pandai melayani suami dengan sebaik-baik-nya. Maka jika taat kepada suami dan pandai me-layaninya, hal itu merupa-kan kemuliaan tersendiri yang mengangkat derajat-nya meraih keselamatan di dunia dan akhirat.
Ummu Salamah ra berkata, Rasulullah Saw bersabda: “Tiap-tiap isteri yang mati diridhai oleh suaminya, maka ia akan masuk surga.” (HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Dari Abdullah bin Abi Aufa ia berkata, Mu'adz di-utus ke Yaman atau Syam dan dia melihat orang-orang Nashrani bersujud kepada pembesar-pem-besar dan kepada pendeta-pendetanya. Maka beliau berkata dalam hatinya sesungguhnya Rasulullah lebih layak untuk di-agungkan (daripada me-reka). Maka tatkala ia da-tang kepada Rasulullah ia berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku melihat orang-orang Nashrani bers-ujud kepada pembesar-pem-besar dan kepada pendeta-pendetanya, dan aku berkata dalam hatiku sesungguhnya engkaulah yang lebih layak untuk diagungkan (daripada mereka) lalu beliau bersabda: Andaikata aku boleh meme-rintahkan seseorang bersujud kepada seseorang, maka sung-guh akan kuperintahkan isteri bersujud kepada suami-nya dan seorang isteri belum dikatakan menunaikan kewajibannya terhadap Allah sehingga menunaikan ke-wajibannya terhadap suami seluruhnya, sehingga andai-kan (suaminya) memerlu-kannya di atas kendaraan, sungguh ia tidak boleh me-nolaknya. (HR Ahmad)

4. Menjaga Kehormatan Diri
Ciri keempat inilah yang merupakan kunci dari keshalihan seorang isteri yang berada di bawah pengawasan suaminya yang shalih. Lelaki yang memiliki isteri dengan ka-rakteristik seperti ini ber-arti telah memiliki harta simpanan yang terbaik.

Dari Abu Umamah ra, dari Nabi Saw beliau ber-sabda: “Tidak ada yang paling bermanfaat bagi se-orang (lelaki) Mukmin se-su-dah bertaqwa kepada Allah daripada memiliki isteri yang shalihah, yaitu jika ia di-perintah ia taat, jika ia dipan-dang menye-nangkan hati, dan jika ia digilir ia tetap ber-buat baik, dan jika ia diting-galkan (suaminya) ia tetap menjaga suaminya dalam hal dirinya dan harta suaminya.” (HR Ibnu Majah)

Dari Ibn Abbas ra Rasulullah Saw bersabda: “Ada empat perkara siapa yang memilikinya berarti mendapat kebaikan di dunia dan akhirat, yaitu hati yang bersyukur, lisan yang selalu berzikir, tubuh yang bersabar ketika ditimpa bala bencana (musibah) dan isteri yang ti-dak menjerumuskan suami-nya dan merusakkan harta bendanya.” (HR Thabrani dengan isnad Jayyid).
Wanita paling baik ada-lah wanita (isteri) yang apabila engkau meman-dangnya menggembirakan-mu, apabila engkau menyu-ruhnya dia pun menaati, dan apabila engkau pergi dia juga memelihara dirinya dan menjaga hartamu. (HR Abu Dawud. Derajat hadits oleh al Hakim dinyatakan shahih).

Semoga para akhwat mampu memiliki karakter tersebut sehingga melayak-kannya mendapat pahala yang telah dijanjikan Allah Swt. Mereka menjadi par-tner dalam perjuangan fi sabilillah, dan menjadi pendamping setia dikala suka dan duka bersama suami yang dicintainya. Amien Ya Rabbal Alamin.

Read More......

nasihat untuk akhwat..awas tipudaya setan

|

Setan dalam menggoda manusia memiliki berbagai macam strategi, dan yang sering dipakai adalah dengan memanfaatkan hawa nafsu, yang memang memiliki kecenderungan mengajak kepada keburukan (ammaratun bis su'). Setan tahu persis kecenderungan nafsu kita, dia terus berusaha agar manusia keluar dari garis yang telah ditentukan Allah, termasuk melepaskan hijab atau pakaian musli-mah. Berikut ini tahapan-tahapannya.

I. Menghilangkan Definisi Hijab

Dalam tahap ini setan membisik-kan kepada para wanita, bahwa pakaian apapun termasuk hijab (penutup) itu tidak ada kaitannya dengan agama, ia hanya sekedar pakaian atau mode hiasan bagi para wanita. Jadi tidak ada pakaian syar'i, pakaian ya pakaian, apa pun bentuk dan namanya.

Sehingga akibatnya, ketika zaman telah berubah, atau kebudayaan manusia telah berganti, maka tidak ada masalah pakaian ikut ganti juga. Demikian pula ketika seseorang berpindah dari suatu negeri ke negeri yang lain, maka harus menyesuaikan diri dengan pakaian penduduknya, apapun yang mereka pakai.

Berbeda halnya jika seorang wanita berkeyakinan, bahwa hijab adalah pakaian syar'i (identitas keislaman), dan memakainya adalah ibadah bukan sekedar mode. Biarpun hidup kapan saja dan di mana saja, maka hijab syar'i tetap dipertahankan.

Apabila seorang wanita masih bertahan dengan prinsip hijabnya, maka setan beralih dengan strategi yang lebih halus. Caranya?

Pertama, Membuka Bagian Tangan
Telapak tangan mungkin sudah terbiasa terbuka, maka setan mem-bisik kan kepada para wanita agar ada sedikit peningkatan model yakni membuka bagian hasta (siku hingga telapak tangan). "Ah tidak apa-apa, kan masih pakai jilbab dan pakai baju panjang? Begitu bisikan setan. Dan benar sang wanita akhirnya memakai pakain model baru yang menampakkan tangannya, dan ternyata para lelaki yang melihat nya juga biasa-biasa saja. Maka setan berbisik," Tuh tidak apa-apa kan?

Kedua, Membuka Leher dan Dada
Setelah menampakkan tangan menjadi kebiasaan, maka datanglah setan untuk membisikkan hal baru lagi. "Kini buka tangan sudah lumrah, maka perlu ada peningkatan model pakaian yang lebih maju lagi, yakni terbuka bagian atas dada kamu." Tapi jangan sebut sebagai pakaian terbuka, hanya sekedar sedikit untuk mendapatkan hawa, agar tidak gerah. Cobalah! Orang pasti tidak akan peduli, sebab hanya bagian kecil saja yang terbuka.

Maka dipakailah pakaian model baru yang terbuka bagian leher dan dadanya dari yang model setengah lingkaran hingga yang model bentuk huruf "V" yang tentu menjadikan lebih terlihat lagi bagian sensitif lagi dari dadanya.

Ketiga, Berpakian Tapi Telanjang
Setan berbisik lagi, "Pakaian kok hanya gitu-gitu saja, cari model atau bahan lain yang lebih bagus! Tapi apa ya? Sang wanita bergumam. "Banyak model dan kain yang agak tipis, lalu bentuknya dibuat yang agak ketat biar lebih enak dipandang," setan memberi ide baru.

Maka tergodalah si wanita, di carilah model pakaian yang ketat dan kain yang tipis bahkan transparan. "Nggak apa-apa kok, kan potongan pakaiannya masih panjang, hanya bahan dan modelnya saja yang agak berbeda, biar nampak lebih feminin," begitu dia menambahkan. Walhasil pakaian tersebut akhirnya membudaya di kalangan wanita muslimah, makin hari makin bertambah ketat dan transparan, maka jadilah mereka wanita yang disebut oleh Nabi sebagai wanita kasiyat 'ariyat (berpakaian tetapi telanjang).

Keempat, Agak di Buka Sedikit
Setelah para wanita muslimah mengenakan busana yang ketat, maka setan datang lagi. Dan sebagaimana biasanya dia menawarkan ide baru yang sepertinya segar dan enak, yakni dibisiki wanita itu, "Pakaian seperti ini membuat susah berjalan atau duduk, soalnya sempit, apa nggak sebaiknya di belah hingga lutut atau mendekati paha?" Dengan itu kamu akan lebih leluasa, lebih kelihatan lincah dan enerjik."

Lalu dicobalah ide baru itu, dan memang benar dengan dibelah mulai bagian bawah hingga lutut atau mendekati paha ternyata membuat lebih enak dan leluasa, terutama ketika akan duduk atau naik ke jok mobil. "Yah tersingkap sedikit nggak apa-apa lah, yang penting enjoy," katanya.

Inilah tahapan awal setan merusak kaum wanita, hingga tahap ini pakaian masih tetap utuh dan panjang, hanya model, corak, potongan dan bahan saja yang dibuat berbeda dengan hijab syar'i yang sebenarnya. Maka kini mulailah setan pada tahapan berikutnya.

II. Terbuka Sedikit Demi Sedikit

Kini setan melangkah lagi, dengan trik dan siasat lain yang lebih ampuh, tujuannya agar para wanita menampak kan bagian aurat tubuhnya.

Pertama, Membuka Telapak Kaki dan Tumit.
Setan Berbisik kepada para wanita, "Baju panjang benar-benar membuat repot, kalau hanya dengan membelah sedikit bagiannya masih kurang leluasa, lebih enak kalau di potong saja hingga atas mata kaki." Ini baru agak longgar. "Oh ada yang kelupaan, kalau kamu bakai baju demikian, maka jilbab yang besar tidak cocok lagi, sekarang kamu cari jilbab yang kecil agar lebih serasi dan gaul, toh orang tetap menamakannya dengan jilbab."

Maka para wanita yang terpengaruh dengan bisikan ini buru-buru mencari model pakaian yang dimaksudkan. Tak ketinggalan sepatu hak tinggi, yang kalau untuk berjalan mengeluarkan suara yang menarik perhatian orang.

Kedua, Membuka Seperempat Hingga Separuh Betis
Terbuka telapak kaki telah biasa ia lakukan, dan ternyata orang-orang yang melihat juga tidak begitu peduli. Maka setan kembali berbisik, "Ternyata kebanyakan manusia menyukai apa yang kamu lakukan, buktinya mereka tidak bereaksi apa-apa, kecuali hanya beberapa orang. Kalau langkah kakimu masih kurang leluasa, maka cobalah kamu cari model lain yang lebih enak, bukankah kini banyak rok setengah betis dijual di pasaran? Tidak usah terlalu mencolok, hanya terlihat kira-kira sepuluh senti saja." Nanti kalau sudah terbiasa, baru kamu cari model baru yang terbuka hingga setengah betis."

Benar-benar bisikan setan dan hawa nafsu telah menjadi penasehat pribadinya, sehingga apa yang saja yang dibisikkan setan dalam jiwanya dia turuti. Maka terbiasalah dia mema-kai pakaian yang terlihat separuh betisnya kemana saja dia pergi.

Ketiga, Terbuka Seluruh Betis
Kini di mata si wanita, zaman benar-benar telah berubah, setan telah berhasil membalikkan pandangan jernihnya. Terkadang sang wanita berpikir, apakah ini tidak menyelisihi para wanita di masa Nabi dahulu. Namun buru-buru bisikan setan dan hawa nafsu menyahut, "Ah jelas enggak, kan sekarang zaman sudah berubah, kalau zaman dulu para lelaki mengangkat pakaiannya hingga setengah betis, maka wanitanya harus menyelisihi dengan menjulurkannya hingga menutup telapak kaki, tapi kini lain, sekarang banyak laki-laki yang menurunkan pakaiannya hingga bawah mata kaki, maka wanitanya harus menyelisihi mereka yaitu dengan mengangkatnya hingga setengah betis atau kalau perlu lebih ke atas lagi, sehingga nampak seluruh betisnya."

Tetapi… apakah itu tidak menjadi fitnah bagi kaum laki-laki," gumamnya. "Fitnah? Ah itu kan zaman dulu, di masa itu kaum laki-laki tidak suka kalau wanita menampakkan auratnya, sehingga wanita-wanita mereka lebih banyak di rumah dan pakaian mereka sangat tertutup. Tapi sekarang sudah berbeda, kini kaum laki-laki kalau melihat bagian tubuh wanita yang terbuka malah senang dan mengatakan ooh atau wow, bukankah ini berarti sudah tidak ada lagi fitnah, karena sama-sama suka? Lihat saja model pakaian di sana-sini, dari yang di emperan hingga yang yang bermerek kenamaan, seperti Kristian Dior, semuanya menawarkan model yang dirancang khusus untuk wanita maju di zaman ini. Kalau kamu tidak mengikuti model itu akan menjadi wanita yang ketinggalan zaman."

Demikianlah, maka pakaian yang menampakkan seluruh betis biasa dia kenakan, apalagi banyak para wanita yang memakainya dan sedikit sekali orang yang mempermasalahkan itu. Kini tibalah saatnya setan melancarkan tahap terakhir dari siasatnya untuk melucuti hijab wanita.

III. Serba Mini

Setelah pakaian yang menampak kan betis menjadi pakaian sehari-hari dan dirasa biasa-biasa saja, maka datanglah bisikan setan yang lain. "Pakaian membutuhkan variasi, jangan itu-itu saja, sekarang ini modelnya rok mini, dan agar serasi rambut kepala harus terbuka, sehingga benar-benar kelihatan indah."

Maka akhirnya rok mini yang menampakkan bagian bawah paha dia pakai, bajunya pun bervariasi, ada yang terbuka hingga lengan tangan, terbuka bagian dada sekaligus bagian punggung nya dan berbagai model lain yang serba pendek dan mini. Koleksi pakaiannya sangat beraneka ragam, ada pakaian pesta, berlibur, pakaian kerja, pakaian resmi, pakaian malam, sore, musim panas, musim dingin dan lain-lain, tak ketinggalan celana pendek separuh paha pun dia miliki, model dan warna rambut juga ikut bervariasi, semuanya telah dicoba.

Begitulah sesuatu yang sepertinya mustahil untuk dilakukan, ternyata kalau sudah dihiasi oleh setan, maka segalanya menjadi serba mungkin dan diterima oleh manusia.
Hingga suatu ketika, muncul ide untuk mandi di kolam renang terbuka atau mandi di pantai, di mana semua wanitanya sama, hanya dua bagian paling rawan saja yang tersisa untuk ditutupi, kemaluan dan buah dada. Mereka semua mengenakan pakaian yang sering disebut dengan "bikini". Karena semuanya begitu, maka harus ikut begitu, dan na'udzu billah bisikan setan berhasil, tujuannya tercapai, "Menelanjangi Kaum Wanita." Selanjutnya terserah kamu wahai wanita, kalian semua sama, telanjang di hadapan laki-laki lain, di tempat umum. Aku berlepas diri kalau nanti kelak kalian sama-sama di neraka. Aku hanya menunjukkan jalan, engkau sendiri yang melakukan itu semua, maka tanggung sendiri semua dosamu" Setan tak mau ambil resiko.

Penutup

Demikian halus, cara yang digunakan setan, sehingga manusia terjeru-mus dalam dosa tanpa terasa. Maka hendaklah kita semua, terutama orang tua jika melihat gejala menyimpang pada anak-anak gadis dan para wanita kita sekecil apapun, segera secepatnya diambil tindakan. Jangan biarkan berlarut-larut, karena kalau dibiarkan dan telah menjadi kebiasaan, maka sangat sulit bagi kita untuk mengatasinya.

Membiarkan mereka membuka aurat berarti merelakan mereka mendapatkan laknat Allah, kasihanilah mereka, selamatkan para wanita muslimah, jangan jerumuskan mereka ke dalam kebinasaan yang menyeng-sarakan, baik di dunia maupun di akhirat. Wallahu a'lam bis shawab.



Read More......
Banner 250 x 200
 

©2009 AL-IKHWAH MEDIA | Template Blue by TNB