Kita telah masuk pada penghujung bulan Ramadhan, berarti telah masuk pada sepertiga terakhir yang berisikan sepuluh atau barangkali hanya sembilan hari saja. Maha Benar Alloh Subhanahuwata'ala ketika menyebutkan bahwa Tamu Agung Ramadhan hanyalah ayyaam ma’dudaat (beberapa hari yang telah ditentukan) cepat dan singkat, namun Ramadhan berisikan kemuliaan dan keberkahan yang luar biasa.
Kalangan ulama tafsir banyak yang menafsirkan ayat sumpah Alloh Subhanahuwata'ala dalam surat al-Fajr bahwa layalin asyr (dan demi malam yang sepuluh) maksudnya adalah malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan, walaupun banyak pula yang menafsirkan maksudnya adalah sepuluh malam bulan Dzulhijjah, ada pula yang mengatakan sepuluh hari pertama bulan Muharram, semua penafsiran bisa jadi benar, karena masing-masing mempunyai dalil-dalil yang mendukungnnya.
Pada hari-hari terakhir ini Rosululloh Solallohu'alaihi Wassalam bersiaga penuh mengisi malam-malamnya, sampai-sampai beliau mengasingkan diri dari isteri-isterinya, beriktikaf di dalam Masjid, beribadah dan bermunajat kepada Alloh Subhanahuwata'ala, sebagai kesempatan akhir “ngalap berkah” bulan Ramadhan. Tak heran seperti diriwayatkan oleh istri beliau Sayidah Aisyah bahwa Rasul Solallohu'alaihi Wassalam bersungguh-sungguh dalam beribadat pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan yang tidak dilakukannya pada bulan-bulan yang lain.
Timbul pertanyaan mengapa demikian? Mengapa Nabi Solallohu'alaihi Wassalam mendorong umatnya untuk melipatgandakan ibadah dalam waktu tersebut? Jawabnya singkat, karena pada malam-malam bulan Ramadhan tersebut, terutama pada malam-malam yang ganjil terdapat malam Lailatul qadar, malam kemuliaan yang sangat istimewa yang semua orang berlomba memburunya, yaitu malam yang lebih baik dari seribu bulan, sebagai bonus hadiah dari Alloh bagi orang yang ikhlas mengabdi kepada-Nya.
Lailatul qadar ibarat benda elok yang sangat indah namun langka, tak heran jika tak mudah meraihnya, karena mahal harga belinya. Malam kemuliaan tersebut hanya dapat dibeli dengan pengorbanan jiwa raga, dengan amalan-amalan ibadah yang telah dituntun oleh Agama sepertimelakukan qiyamullail, berpuasa sesuai tuntunan, tilawah dan tadarus Al-Quran dengan tadabbur, berdoa, zikir, memperbanyak istighfar, muhasabah diri, perbanyak sedekah serta amalan ma’ruf lainnya untuk diri sendiri, keluarga dan masyarakat pada umumnya.
Lailatul qadar dirahasiakan, jelas sesuatu yang mahal dan langka tentu dirahasiakan dan tidak diobral, agar umat semangat berlomba memburunya, dan agar ibadat tidak hanya dilakukan pada waktu tertentu saja, namun pengabdian haruslah langgeng terus dilakukan semasih hayat masih kandung badan.
Merugilah kita yang luput dari peningkatan ibadah pada hari-hari sepuluh terakhir ini. Kebahagiaan mukmin sebenarnya bukan hanya karena akan mendapatkan bonus pahala lailatul qadar dan sejenisnya, namun kebahagiaan mukmin adalah saat dirinya mengabdi, mohon ampun, berserah dan tunduk kepada pencipta-Nya, karena itulah nikmat besar yang tiada taranya!
Kiriman: Amiruddin Thamrin MA, Damaskus-Suriah
Memburu Malam Seribu Bulan...
Label: Kebangkitan, Muhasabah, Syariat | author: Tim Embun TarbiyahSifat-sifat Bidadari Surga menurut Al-Qur'an
Label: Aqidah, Dunia Akhwat, Muhasabah | author: Tim Embun TarbiyahBidadari surga adalah makhluk yang sangat dirindukan oleh orang-orang yang beriman. Allah swt. menganugrahkan sifat-sifat terindah kepada para bidadari surga dan memberi mereka perhiasan-perhiasan terbaik.
Ath-Thabrani meriwayatkan sebuah hadist yang berasal dari Ummu Salamah r.a., istri Rasulullah saw.
Ia berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah mengenai firman Allah,
'Dan (di dalam surga itu) ada bidadari yang bermata jeli.' (al-Waaqi'ah:22)
Beliau lalu bersabda, 'Jeli (hur) berarti sangat putih matanya. Sedangkan yang disebut mata indah ('in) berarti matanya lebar (besar). Rambutnya berkilau indah seperti sayap burung nasar.'
Aku bertanya lagi tentang makna ayat,
'Laksana mutiara yang tersimpan baik.' (al_Waaqi'ah: 23)
Beliau pun bersabda, 'Maksudnya, bersihnya mereka seperti bersihnya mutiara yang berada dalam cangkangnya, yang belum pernah tersentuh tangan manusia.'
Aku bertanya lagi, 'Wahai Rasulullah, beritahu pula aku tentang makna firman Allah,
Di dalan surga-surga itu ada bidadari -bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik." (ar-Rahmaan: 70)
Beliau bersabda, 'Akhlaknya baik (khairat) dan wajahnya cantik'
Aku bertanya lagi, 'Terangkan pula tentang firman Allah,
'Seakan-akan mereka adalah telur (burung unta) yang tersimpan baik.' (ash-Shaaffat: 49)
Beliau bersabda, 'Kelembutan kulit mereka seperti lembutnya kulit telur bagian dalam yang kamu lihat, yang tertutup oleh cangkang telur.'
Aku bertanya lagi, 'Terangkan pula tentang firman Allah,
'Penuh cinta ('uruban) lagi sebaya umurnya (atraban).' (al-Waaqi'ah: 37)
Beliau bersabda, 'Mereka adalah para wanita yang telah wafat di dunia dalam keadaan tua renta, matanya sudah rabun dan beruban rambutnya. Setelah itu Allah swt. kembali menciptakan mereka, dan menjadikan mereka perawan lagi. 'Uruban artinya penuh cinta dan kasih sayang. Sedangkan atraban bermakna mereka lahir dalam satu waktu (usia mereka semua sama).'
Aku bertanya lagi, 'Wahai Rasulullah, mana yang lebih utama: wanita dunia atau bidadari?'
Beliau menjawab, 'Wanita-wanita dunia lebih utama dari bidadari, seperti kelebihan apa yang tampak dari apa yang tidak tampak.'
Aku bertanya lagi, 'Wahai Rasulullah, mengapa demikian?'
Beliau bersabda, 'Karena shalat mereka, puasa mereka, dan ibadah mereka karena Allah. Allah Ta'ala memberi cahaya di wajah mereka. Mereka mengenakan sutra di tubuhnya. Warna kulit mereka putih, pakaian mereka hijau, perhiasan mereka kuning, pedupan mereka mutiara, dan sisir mereka adalah emas. Mereka mengatakan: kami adalah perempuan-perempuan abadi yang takkan mati. Kami adalah perempuan-perempuan bahagia yang takkan pernah miskin. Kami adalah perempuan-perempuan penduduk tetap yang takkan pindah selamanya. Ketahuilah, kami adalah perempuan-perempuan yang ridha dan takkan marah selamanya. Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami menjadi miliknya.'
Aku bertanya lagi, 'Wahai Rasulullah, di antara kami ada yang menikah dua kali, tiga kali, dan empat kali, kemudian ia wafat dan masuk surga. Sedangkan para suami itu juga masuk surga bersamanya. Lalu, pria mana yang akan menjadi suaminya di surga kelak?'
Beliau menjawab, 'Hai Ummu Salamah, nanti dia akan memilih, mana yang paling baik akhlaknya. Wanita itu nanti akan berkata: "Ya Tuhan, laki-laki itu paling baik akhlaknya kepadaku di antara lainnya saat hidup bersama di dunia. Maka nikahkanlah aku dengannya." Maka wahai Ummu Salamah. akhlak yang baik itu akan membawa kebaikan di dunia dan akhirat.'" (HR. ath_Thabrani)
(sumber: Taman Para Pecinta~Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah)
Begitulah gambaran bidadari surga menurut Al Qur'an.
Wahai Saudariku, engkaukah yang kan menjadi bidadari itu?
dan engkau wahai Saudaraku, jemput dan pinanglah bidadari surgamu....
Betapa Cantiknya Bidadari Syurga
Label: Muhasabah | author: Tim Embun Tarbiyah
Wahai teman-temanku para pemuda.. janganlah engkau tertipu oleh wanita-wanita dunia, jangan korbankan kebahagiaan akhiratmu hanya untuk bersenang-senang dengan wanita yang tidak halal bagimu. Aku tahu engkau memang suka dengan wanita, Aku tahu engkau adalah pemuda yang normal..
Tapi.. Jangan sampai setan memperdayaimu.. Sadarilah.., bahwa setan sedang mengincarmu untuk menjerumuskanmu ke dalam neraka. Tahanlah syahwatmu hingga tiba waktunya nanti.. hingga engkau menikah dengan wanita muslimah dengan cara yang benar. Engkau akan merasakan kenikmatan tiada tara di dunia dan di surga yang kekal abadi. Alloh telah mempersiapkan bidadari surga yang cantik mempesona bagi orang-orang yang mampu menjaga kesucian dirinya dari perbuatan dosa di dunia.
Tahukah engkau seperti apa bidadari itu? Tidak tau.. ya itulah jawaban yang tepat. Memang tak ada yang mampu membayangkan seperti apa kenikmatan surga. Meskipun demikian Rasulullah telah memberikan gambaran global seputar bidadari surga. Mari kita tengok sedikit betapa indahnya bidadari surga yang Insya Alloh akan menjadi milik kita nanti..
Harumnya Bidadari
Rosululloh shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sekiranya salah seorang bidadari surga datang ke dunia, pasti ia akan menyinari langit dan bumi dan memenuhi antara langit dan bumi dengan aroma yang harum semerbak. Sungguh tutup kepala salah seorang wanita syurga itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kecantikan Fisikal
Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Rombongan yg pertama masuk syurga adalah dengan wajah bercahaya bak rembulan di malam purnama. Rombongan berikutnya adalah dengan wajah bercahaya seperti bintang-bintang yang berkilauan di langit. Masing-masing orang di antara mereka mempunyai dua istri, dimana sumsum tulang betisnya kelihatan dari balik dagingnya. Di dalam syurga nanti tidak ada yg bujang.” (HR. Bukhari dan Muslim)
كَذَلِكَ وَزَوَّجْنَاهُم بِحُورٍ عِينٍ
“Demikianlah. Dan Kami berikan kepada mereka bidadari.” (Qs. Ad-Dukhan: 54)
Abu Shuhaib al-Karami mengatakan, “Yang dimaksud dengan hur adalah bentuk jamak dari haura, yaitu wanita muda yang cantik jelita dengan kulit yang putih dan dengan mata yg sangat hitam. Sedangkan arti ‘ain adalah wanita yang memiliki mata yang indah.
Al-Hasan berpendapat bahawa haura adalah wanita yang memiliki mata dengan putih mata yang sangat putih dan hitam mata yang sangat hitam.
Sopan dan Pemalu
Alloh Subhanahu wa Ta’ala menyifati bidadari dengan “menundukkan pandangan” pada tiga tempat di Al-Qur’an, yaitu:
“Di dalam syurga, terdapat bidadari-bidadari yang sopan, yang menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni syurga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin. Maka nikmat Robb-mu yang manakah yang kamu dustakan? Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan.” (Qs. Ar-Rohman: 56-58)
“Di sisi mereka ada bidadari-bidadari yang tidak liar pandangannya dan jelita matanya.” (Qs. Ash-Shoffat: 48)
“Dan pada sisi mereka (ada bidadari-bidadari) yang tidak liar pandangannya dan sebaya umurnya.”
Seluruh ahli tafsir sepakat bahawa pandangan para bidadari syurgawi hanya tertuju untuk suami mereka, sehingga mereka tidak pernah melirik lelaki lain.
Putihnya Bidadari
Allah Ta’ala berfirman, “Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan.” (Qs. ar-Rohman: 58)
al-Hasan dan mayoritas ahli tafsir lainnya mengatakan bahawa yang dimaksudkan adalah bidadari-bidadari syurga itu sebening yaqut dan seputih marjan.
Alloh juga menyatakan,“(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih dipingit dalam kemah.” (Qs. Ar-Rohman: 72)
Maksudnya mereka itu dipingit hanya diperuntukkan bagi para suami mereka, sedangkan orang lain tidak ada yang melihat dan tidak ada yang tahu. Mereka berada di dalam kemah.
Baiklah…ini adalah sedikit gambaran yang Allah berikan tentang bidadari di syurga. Kerana bagaimanapun gambaran itu, maka manusia tidak akan boleh membayangkan sesuai rupa asli bidadari, kerana sesuatu yg berada di syurga adalah sesuatu yang tidak/belum pernah kita lihat di dunia ini.
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, mengatakan bahawa Rosululloh shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Alloh Azza wa Jalla berfirman, “Aku siapkan bagi hamba-hamba-Ku yang sholih sesuatu yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak pernah terlintas oleh fikiran.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Nah, tunggu apa lagi? Marilah kita beramal dan berdoa kepda Alloh sesuai yang diajarkan oleh Rosululloh. Agar kita dicintai Alloh dan mendapatkan syurganya.
Untuk Mu Saudariku
Label: Dunia Akhwat, Kebangkitan, Waspada | author: Tim Embun TarbiyahSaudariku.. Inilah Musuh-Musuh Wanita Maka, Waspadailah Olehmu..
Sesungguhnya musuh-musuh wanita tiada lain juga merupakan musuh kaum lelaki, dan musuh tersebut secara umum ada 4 (empat) golongan, yaitu:
1. Kaum Yahudi; mereka adalah golongan yang sangat antusias dan berkeinginan keras untuk merusak ummat manusia,dengan menghancurkan aqidah dan akhlaknya. Permusuhan busuk ini disebabkan kepincingan pandangan mereka, bahwa identitas mereka tidak akan pernah ada kecuai dengan memperbudak atau merusak ummat lainnya.
2. Kaum Nashrani; yang menganut agama yang telah menyimpang hingga menjauhi kebenaran.
3. Kaum Sekuleris, walaupun masih mengaku sebagai “muslim”, tiada lain mereka adalah boneka Sekuleris Barat.
4. Kaum Penikmat, yang hanya menginginkan kenikmatan atau pemuasan nafsu dan mendapatkan keuntungan, hingga rela mengorabankan kaum wanita, dengan menjadikan wanita sebagai barang komoditi (jualan), model iklan, bintang merek dagang atau bahkan pemuas nafsu birahi dan penjaja seks murahan.
Rencana, Makar,dan Intrik Musuh Merusak Kaum Wanita
Musuh-musuh wanita beserta para pengikutnya memiliki rencana-rencana jahat untuk merusak kaum wanita serta untuk mengeluarkan mereka dari kodrat dan posisi yang sebenarnya. Mereka bertekad bulat untuk melaksanakan semua rencana tersebut di negara-negara kaum muslimin. Dan mereka senantiasa berusaha semaksimal mungkin untuk melaksanakan rencana-rencana tersebut, baik secara keseluruhan ataupun sebagiannya, di negara-negara lainnya. Jadi mereka sebenarnya adalah musuh kaum wanita secara umum, dan bahkan musuh kemanusiaan itu sendiri.
Di antara rencana dan intrik-intrik tersebut adalah:
Pertama: Mengaburkan Persoalan Wanita
Manusia tidak akan tergerak atau beraktifitas tanpa adanya masalah atau persoalan yang mampu membuat mereka ragu-ragu, bahkan terkadang dapat menggangu tidur lelap dan makan enak mereka. Berangkat dari sini, maka musuh-musuh tersebut merasa terilhami, bahwa wanita mempunyai persoalan yang perlu didiskusikan, dibela dan dilindungi. Kemudian muncullah beragam slogan yang menyuarakan hal tersebut. Sungguhpun demikian, kenyataan di tengah masyarakat, wanita tetap saja menderita dan tetap teraniaya.
Apabila masyarakat diibaratkan sebagai satu tubuh, maka wanita adalah salah satu anggotanya, namun tidak pernah difungsikan. Mereka belum memperoleh dan menikmati hak-haknya secara penuh. Sementara itu, kaum laki-laki dapat berbuat segala sesuatu tanpa batasan seperti halnya kaum wanita. Sehingga muncullah asumsi, bahwa persoalan wanita di tengah-tengah masyarakat kita, jika dipikirkan, memang tidak ada wujudnya sama sekali.
Kita tidak dapat memungkiri terjadinya beragam kezhaliman terhadap wanita yang dilakukan oleh seorang suami atau ayah yang dungu. Namun hal-hal seperti itu sebenarnya merupakan produk dari tindakan suatu ummat yang menyalahi akidah dan ajaran agamanya. Jadi, tidak salah kalau dikatakan persoalan tersebut sesungguhnya juga merupakan persoalan seluruh masyarakat Islam yang di dalamnya telah menyebar wabah penyakit yang serius, sebagai akibat kepongahan mereka untuk tidak mau mencari penangkal serta terapinya. Kalau demikian, persoalan ini merupakan salah satu hasil dari sikap kaum muslimin yang menjauhi agama mereka sendiri. Sebaliknya, mereka justru mengikuti musuh-musuhnya.
Upaya mengatasi persoalan wanita, hakikatnya juga mengatasi persoalan ummat secara keseluruhan. Sedapat mungkin kita harus mengembalikan persoalan ini sesuai proporsinya. Apabila seseorang sudah mempunyai satu asumsi, bahwa persoalan wanita sama sekali terpisah dari persoalan individu-individu masyarakat yang lain, itu artinya perangkap musuh telah mendapatkan mangsa yang empuk. Menganggap persoalan wanita sebagai persoalan internal yang bersifat mikro, selamanya tidak akan dapat mengatasi persoalan, karena hal itu telah menyimpang dari persoalan menyeluruh yang terjadi dalam masyarakat atau ummat terlebih dahulu.
Kedua: Melumpuhkan Daya Tahan Masyarakat
Sesungguhnya masyarakat Islam sekalipun mengalami kelemahan, namun akan tetap mampu menghalau hal-hal yang buruk dari dirinya. Ia akan memerangi akidah-akidah yang menyimpang dari kebenaran dan akan membenci akhlak-akhlak yang bejat. Perumpamaan masyarakat Islam adalah laksana sebatang tubuh yang tidak lumpuh digerogoti oleh penyakit sepanjang masih memiliki daya tahan yang prima.
Oleh karena itu, pihak musuh sangat antusias untuk melemahkan daya tahan masyarakat Islam. Mereka akan terus mengupayakannya sampai masyarakat Islam itu benar-benar kehilangan rasa kecemburuan kepada agamanya, bahkan sampai ia tidak mau peduli menjaga akidahnya. Pada saat itulah mereka dengan mudah mampu membujuk masyarakat tersebut tanpa khawatir akan adanya perlawanan, sehingga dengan leluasa mereka dapat mewarnai berbagai macam kejahataan di dalamnya.
Upaya melumpuhkan daya tahan masyarakat Islam dilakukan dengan berbagai macam cara dan dari berbagai penjuru. Pertama kali, jiwa seseorang sangat boleh jadi akan bergetar menyaksikan perbuatan munkar. Namun untuk kedua kalinya, mungkin ia akan menganggap sepele getaran perasaan tersebut. Untuk kemudian pada kali ketiga, ia tidak akan memperdulikannya lagi. Sedangkan pada kali keempat, ia akan mencari hal-hal yang sekiranya dapat mentolerirnya. Dan bahkan pada kali kelima, ia justru melakukannya dengan penuh kenikamatan. Hingga akhirnya pada kali keenam, ia akan menfalsafatinya.
Upaya melumpuhkan daya tahan masyarakat Islam ini dilakukan dengan banyak cara, di antaranya:
1. Dengan menyebarkan majalah-majalah porno yang tidak memperdulikan nilai-nilai etika dan susila. Majalah-majalah tersebut mempertontonkan gambar-gambar wanita dalam pose vulgar dan kotor.
2. Dengan menyebarkan pemikiran menyimpang yang dilakukan dengan berbagai macam cara dan lewat berbagai media, supaya orang terbiasa mendengar ucapan atau pendapat-pendapat yang kontroversial.
3. Dengan membelah dinding penghalang jiwa antara seorang muslim dengan orang-orang kafir, sehingga tidak lagi terjadi perang pemikiran antara mereka. Musuh-musuh Islam sangat mengharapkan agar kita mau membenarkan konsep inter komunikasi modern, yang menuntut kita menempuh politik pintu terbuka dan bebas (sekarang dikemas dalam wacana egaliter, demokrasi dan pluralisme).
Ketiga: Tuntutan Kebebasan Wanita
“Siapa sih manusia di dunia ini yang benci kebebasan dan menyukai keterikatan?”
Dari pertanyaan inilah muncul banyak penggunaan mengenai istilah kebebasan wanita. Seolah-olah hal itu memberikan kesan, wanita adalah budak yang harus dimerdekakan. Tidak jarang orang-orang yang lantang menyerukan kebebasan wanita, padahal sesungguhnya merekalah perusak kaum hawa tersebut. Dengan berkedok sebagai kaum penyelamat yang penuh kasih sayang, mereka bermaksud mengangkat harkat kaum wanita. Padahal semua orang tahu siapa mereka sebenarnya.
Kita perlu bertanya:
“Apakah di dunia ini ada kebebasan mutlak yang lepas tanpa adanya ikatan? Apakah bila seseorang menikmati kebebasan, tanpa perlu adanya ikatan sedikitpun?”
Seperti kita ketahui bersama, sebagian besar manusia di muka bumi ini hidup dalam suatu masyarakat yang masing-masingnya diatur oleh berbagai sistem, norma dan undang-undang yang direkayasa oleh otak-otak mereka sendiri. Kepadanya mereka berhukum dan memutuskan perkara di antara mereka. Tapi apa yang mereka ada-adakan itu pada hakikatnya adalah perbuatan menyekutukan Allah dari berbagai aspek yang sangat fundamental. Baik pedoman yang harus dipedomani, penguasa yang harus ditaati, maupun ketaatan yang harus diwujudkan.
Sesungguhnya penyebarluasan anarkhi dengan nama kebebasan, adalah intrik yang pernah dilakukan oleh kaum Yahudi. Dan mereka adalah orang-orang yang pertama kali dianggap kafir karena perbuatan tersebut.
Keempat : Tuntutan Emansipasi
Sesungguhnya tuntutan seperti ini jelas bertentangan dengan fitrah Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah menciptakan manusia menjadi dua macam jenis. Dalam satu jenis saja, baik laki-laki maupun perempuan, rasanya tidak mungkin seseorang menuntut persamaan di antara seluruh individu. Bahkan seluruh kehidupan ini akan rusak jika persamaan diartikan seperti itu. Harus diakui, hukum semua materi yang ada dalam kehidupan ini adalah berdasarkan pada perbedaan. Kalau di antara sesama kaum lelaki saja tidak mungkin terwujud persamaan, bagaimana pula eratnya antara kaum lelaki dan perempuan?
Kita tidak bisa menerima prinsip persamaan secara mutlak. Namun kita harus yakin, bahwa dibaliksemua itu tentu ada kadar persamaan antara laki-laki dan perempuan, yang secara mutlak sebaiknya kita namakan sebagai keadilan, bukan persamaan.
1. Wanita sama dengan laki-laki dalam artian sama-sama dibebani dengan hukum-hukum syari’at sekalipun tetap ada perbedaan dalam beberapa hukum yang bersifat detail.
2. Wanita sama dengan laki-laki dalam hal mendapatkan pahala dan siksa, baik yang bersifat dunia maupun ukhrawi secara keseluruhan.
3. Wanita sama dengan laki-laki dalam hal pemilikan harta berikut penggunaannya.
4. Wanita sama dengan laki-laki dalam hal kebebasan memilih calon pasangan hidup. Jadi, seorang wanita tidak boleh dipaksa menikah dengan laki-laki yang tidak disukainya.
Salah satu konsep yang ditetapkan Islam adalah bahwa seorang laki-laki harus menjaga kelaki-lakiannya. Oleh sebab itu, diharamkan kepadanya memakai emas dan sutera. Begitu pula seorang wanita juga harus menjaga kewanitaannya. Karena itulah, diharamkan atasnya berbaur dengan kaum laki-laki, apalagi sampai sengaja mempertontonkan diri atau “mejeng” di hadapan mereka.
Kelima: Menggambarkan Rumah Tangga, Tugas Ibu Dan Kekuasaan Laki-Laki Dengan Gambaran Yang Tidak Menyenangkan
Pihak musuh yang memang tidak simpati kepada Islam sengaja menggambarkan rumah tangga sebagai penjara abadi, suami sebagai seorang penjaga penjara (sipir) yang kejam, dan dominasi laki-laki (suami) sebagai pedang terhunus yang siap ditebaskan. Sementara tugas ibu yang harus mengasuh anak-anaknya diibaratkan laksana seorang penggembala. Akibatnya, jiwa kaum wanita menjadi jijik dan muak. Mereka ingin bebas tanpa adanya ikatan-ikatan yang membelenggunya.
Perlu ditegaskan, bahwa lingkungan rumah dan pekerjaan mengurus anak-anak, adalah sesuatu yang paling dapat membantu membentuk kepribadian seorang wanita. Beberapa wanita yang dikenal secara internasional baik di bidang seni lukis, film, tari dan sebagainya, menegaskan bahwa kebahagiaan yang mereka raih dari popularitasnya, sama sekali tidak ada nilainya jika dibandingkan dengan kebahagiaan mereka terhadap anak-anaknya.
Sophia Loren misalnya, ia pernah mengatakan:
“Sesungguhnya kasih sayangku terhadap anak-anakku, adalah resep yang paling hebat untuk memerangi atau menghambat proses ketuaan. Banyak wanita yang membicarakan tentang usia-usia yang paling membahagiakan dan berkesan dalam kehidupan mereka. Lazimnya mereka menyebutkan, bahwa usia keemasan bagi seorang wanita ialah ketika ia berumur sembilan belas tahun, ataupun dua puluh dua tahun. Namun bagiku, masa keemasan adalah usia tiga puluh empat tahun ketika aku memiliki anak pertama, dan usia tiga puluh delapan ketika lahir anakku yang kedua”
Adapun mengenai masalah dominasi atau kepemimpinan, sebenarnya isteri lebih memerlukannya ketimbang suami. Karena seorang wanita tidak dapat merasakan kebahagiaan selama ia berada dalam naungan suami yang sejajar dengannya atau bahkan ia lebih tinggi kedudukannya daripada suaminya.
Pemahaman mengenai kepemimpinan suami banyak diasumsikan secara tidak benar. Dominasi atau kepemimpinan seorang suami atas istri merupakan kaidah organisatoris yang harus ada demi terciptanya situasi yang mantap dalam kehidupan dunia.
“Laki-laki itu adalah pemimpin bagi wa-nita…” [QS. an-Nisā’ (4): 34]
Rasulullah Salallahu Alaihi Wasalam bersabda:
“Tiap-tiap diri dari anak cucu Adam ada-lah pemimpin. Seorang suami adalah pe-mimpin bagi keluarganya, dan seorang is-tri adalah pemimpin dalam rumah tangga-nya” (HR. Ibnu Suniy: 388 dan dishahihkan al-Albāniy dalam al-Jāmi’ ash-Shagīr: 4/183)
Ruang lingkup yang tercakup oleh dominasi atau kepemimpinan seorang suami, tidak akan menyentuh kehormatan dan harga diri seorang istri, karena terbatas hanya pada kepentingan dan kebaikan rumah tangga, serta agar konsisten menjalankan perintah-perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan hak-hak suami.
Selain itu, seorang suami tidak berhak ikut campur. Seperti misalnya mengenai masalah kepentingan istri yang berkaitan dengan urusan harta, dalam hal ini si suami juga tidak boleh ikut campur. Seorang istri juga tidak wajib taat kepada suaminya dalam urusan maksiat atau dalam urusan sesuatu yang tidak ma’ruf. Seorang suami tidak dibenarkan menyakiti isterinya. Sebaliknya, sebagai suami yang ideal, maka sudah seharusnya dia memperlakukan isterinya dengan baik.
Keenam: Memutar-balikkan Kebenaran
Menjauhkan diri dari hal-hal nista adalah sikap yang timbul dari jiwa yang bersih yang tidak menyukai kebusukan. Sesungguhnya mengenakan hijab dan menjauhi laki-laki lain yang bukan mahram, adalah dimaksudkan untuk membersihkan perilaku dan menghindarkan diri dari hal-hal yang diharamkan, bukan karena terpaksa.
Musuh-musuh Islam begitu antusias mencari bukti ke sana ke mari untuk mendukung pendapatnya, di antaranya adalah memutar-balikkan masalah hijab.
Namun ada beberapa hal yang harus kita ketahui, yaitu:
1. Sesungguhnya hijab yang disyariatkan oleh agama, maka ia memiliki banyak dalil, baik dari al-Qur’an maupun al-Hadits.
2. Terdapat banyak nash yang menujukkan larangan laki-laki berbaur dengan wanita.
3. Seorang wanita yang berbaur dengan kaum laki-laki apalagi sampai sengaja tabarruj (bermejeng ria seraya beRdandan menor), berarti telah menerjang beberapa bahaya, baik menurut pandangan agama maupun etika duniawi, yaitu:
* Ia telah berbuat durhaka (maksiat) kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasul-Nya Salallahu Alaihi Wasalam.
* Ia telah mengundang laknat atau kutukan Allah Subhanahu Wa Ta’ala sehingga ia ditolak dari rahmat-Nya.
* Secara langsung ia telah membantu tersebarluasnya kejahatan di tengah-tengah masyarakat.
* Ia telah meniru perbuatan kaum Yahudi dan orang-orang yang sebangsanya yang turut membantu membuat kerusakan di muka bumi.
4. Kita tidak mengatakan bahwa setiap wanita yang berjilbab pasti terjaga dari perbuatan-perbuatan nista, dan sebaliknya setiap wanita yang membiarkan wajahnya terbuka akan tersungkur dalam lumpur maksiat. Tidak demikian halnya.
Sesungguhnya hijab sangat membantu seorang wanita untuk menjaga rahasia dan perasaan malunya. Hijab akan melindunginya dari tatapan-tatapan mata yang jalang dan liar.
Ketujuh: Siasat Membelah Gelombang
Untuk merealisasikan makar jahatnya, mereka menempuhnya secara bertahap. Mereka tidak menuntut masyarakat untuk memberikan respon sekaligus. Sebab, kalau toh mereka lakukan, masyarakat sudah barang tentu tidak sanggup mewujudkannya. Karena itu, dalam menyebarluaskan niat jahat yang merusak, mereka berusaha secara perlahan sampai mereka dapat mewujudkan semua yang mereka inginkan.
Tidak ada yang menghalangi mereka sama sekali untuk membuat kepala tertunduk sedikit. Kemudian lain kali mereka kembali lagi untuk maksud yang sama. Dan pada kesempatan yang lain mereka kembali lagi dengan melakukan yang lebih berani dari yang sebelumnya. Begitupun untuk kali yang ketiga, keempat dan seterusnya.
Kedelapan: Memberlakukan Sesuatu Yang Tengah Trend Sekalipun Membenahi Masyarakat
Contohnya seperti; membuka kelas-kelas untuk kajian-kajian ilmiah yang sebenarnya tidak dibutuhkan oleh masyarakat. Kemudian tampillah ribuan wanita lulusannya yang menuntut jaminan pekerjaan bagi mereka setelah bersusah payah selama bertahun-tahun. Sudah barang tentu masalah ini sangat menyentuh hajat hidup manusia yang bersifat material. Dan hal ini merupakan beban bagi masyarakat.
Dibukalah bidang-bidang pelajaran yang sebenarnya tidak sesuai, seperti misalnya bidang-bidang pelajaran teater. Akibatnya, beberapa lulusannya menuntut tempat yang sesuai dengan bidang yang telah ditekuninya tersebut.
Terkadang masyarakat sekonyong-konyong dikejutkan oleh rencana-rencana yang bersifat investasi atau instruksi. Namun hal itu baru diketahui belakangan setelah terwujud menjadi realita.
Terkadang dibuka bidang-bidang spesialisasi yang tinggi, di mana yang mempelajarinya hanyalah terdiri dari kaum laki-laki saja. Sementara materinya menuntut kebersamaan dan saling pandang-memandang.
Kesembilan: Ilmu
Musuh Islam juga mempunyai rencana dan intrik tersendiri di bidang ilmu dan pengajaran. Tidak lupa mereka pun menjadikannya sebagai alat untuk mewujudkan apa yang mereka inginkan.
Dalam Islam, ilmu termasuk sebaik-baiknya amal. Hanya orang-orang bodoh dan takabur saja yang mengingkarinya. Banyak sekali nash, baik dari al-Qur’an maupun as-Sunnah yang menganjurkan untuk mencari ilmu, dan hal ini ditujukan kepada kaum laki-laki dan juga kaum wanita.
Pada zaman Nabi Salallahu Alaihi Wasalam, pernah ada beberapa orang wanita yang meminta agar beliau menyediakan waktu khusus bagi mereka barang satu hari untuk mengajarkan ilmu kepada mereka. Di antara wanita-wanita itu ada yang berpredikat alim di bidang ilmu fiqih, seperti Aisyah Radhiallahuanha.
Akan tetapi, musuh-musuh Islam merasa dengki terhadap hal tersebut. Mereka lalu membuat metode atau kurikulum bagi wanita yang sama seperti metode atau kurikulum bagi laki-laki. Jenjang-jenjang pendidikan wanita pun disamakan seperti jenjang-jenjang pendidikan laki-laki. Bahkan kita melihat ada orang yang sengaja mengadakan suatu kelas tertentu untuk mempelajari bidang-bidang teater wanita pada salah satu fakultas sastra kita.
Sesungguhnya memang ada satu ilmu yang memberlakukan sama saja antara laki-laki dan perempuan, yaitu ilmu wajib untuk membenarkan akidah, ibadah dan prilaku. Namun bagi wanita harus memiliki metode atau kurikulum tersendiri yang sesuai dengan perannya dalam kehidupan, sebagaimana laki-laki juga harus memiliki metode atau kurikulum tersendiri yang sesuai dengan perannya dalam kehidupan.
Lalu mana metode kurikulum yang mengajarkan kepada puteri-puteri kita mengenai hak-hak wanita dalam Islam supaya mereka dapat menolak keraguan-keraguan yang sengaja disebarluaskan oleh orang-orang yang bermaksud jahat?
Mana metode kurikulum yang menerangkan secara terperinci mengenai tugas-tugas seorang wanita selaku isteri maupun selaku ibu?
Mana metode kurikulum yang membicarakan secara mendalam hubungan antara seorang wanita dalam rumah tangganya dan menempatkan rumah tangga tersebut dalam arti yang sebenarnya, bukan seperti yang digambarkan oleh orang-orang yang memusuhi Islam?
Seorang wanita itu butuh melakukan interaksi dengan anak-anaknya baik secara fisik maupun secara psikis. Jadi, untuk itu ia perlu mempelajari cara-cara bagaimana melakukan interaksi dengan beberapa macam penyakit yang bisa saja menyerang mereka berikut berbagai macam terapi pengobatannya.
Seorang wanita diperintahkan untuk selalu memperhatikan kesehatan jasmani anak-anaknya dan memberikan makan kepada mereka dengan makanan yang sehat. Lalu mana metode kurikulum yang mengajarkan hal itu kepadanya?
Seorang wanita perlu mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan cara mengatur perabot-perabot rumah tangganya, dan menatanya seindah mungkin. Lalu mana metode kurikulum yang mengajarkan kepadanya supaya ia dapat melakukan hal itu secara sempurna?
Seorang wanita itu harus selalu diarahkan dan dididik. Namun mana upaya yang dapat menunjang meraih tujuan tersebut, seperti misalnya menanamkan kegemaran membaca?
Kita tidak mengatakan, bahwa semuaitu tidak diperhatikan dalam kuliah. Akan tetapi, hal itu tidak ditempatkan pada proporsi yang memadai, kecuali metode kurikulum yang memukul rata laki-laki dan perempuan.
Upaya Menjegal Serangan Musuh Adalah Kewajiban Kita
Mengenai upaya menjegal serangan musuh-musuh, ada kewajiban yang harus kita lakukan, yaitu:
1. kita harus merasa mulia dan bangga dengan agama Islam ini.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan ja-nganlah (pula) kamu bersedih hati, pada-hal kamulah orang-orang yang paling ti-nggi (derajatnya) jika kamu orang-orang yang beriman” [QS. Ali ‘Imran (3): 139]
Saat ini, merasa malu mengakui keIslaman telah berakhir. Sebaliknya yang sedang aktual ialah dimulainya masa bersikap tegas.
2. Kita harus membekali diri dengan ilmu agama yang benar.
Tidak ada yang lebih menguatkan semangat dan kemauan daripada memiliki argumen yang kuat dan cemerlang. Dengan ilmu agama, seseorang akan dapat mengatasi kesesatan orang-orang yang ingin menyesatkan dan penyimpangan orang-orang yang mau memalingkan orang lain dari kebenaran.
3. Mempelajari apa yang ditulis oleh orang-orang Barat dan orang-orang Timur mengenai situasi masyarakat mereka.
Kita dengar apa yang tengah mereka serukan dari sana sini, setelah mereka merasakan betapa sengsaranya jika harus menjauhkan diri dari agama karena terlena dengan berbagai macam kebebasan dan kesenangan nafsu.
4. Memperhatikan pendidikan putera-puteri kita dengan benar dan penuh semangat, karena hal ini akan dimintai pertanggungjawabannya.
Rasulullah Salallahu Alaihi Wasalam bersabda:
“Kalian semua adalah pemimpin, dan ka-lian semua akan dimintai pertanggungan jawab tentang yang kalian pimpin” (HR. al-Bukhariy: 13/111 dan Muslim: 1869)
Pendidikan yang sehat akan sanggup memotivasi masyarakat untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat sekaligus untuk menjaga dari pemikiran-pemikiran yang menyesatkan.
5. Mengetahui orang-orang sekuler lewat tulisan dan ucapan-ucapan mereka.
Untuk selanjutnya kita memperingatkan orang lain agar jangan sampai tertipu dan tersesat oleh perbuatan mereka. Kita harus menjelaskan kepada orang lain betapa berbahayanya mereka bagi ummat dan agama. Dunia Islam telah mengalami berbagai peristiwa pahit akibat ulah tingkah mereka. Dan sangat boleh jadi mereka akan masuk dan membuat kerusakan setiap negara yang belum mau tunduk pada paham sekularis mereka.
6. Kita harus menyerukan kepada ummat manusia, agar berkiblat pada ulama dan para da’i yang shaleh yang tetap konsisten dengan al-Qur’an dan as-Sunnah.
Kitapun harus memperingatkan mereka agar menjauhi tindakan-tindakan emosional dan tanpa perhitungan, yang terkadang dimaksudkan untuk memancing kaum muda yang baik-baik agar bergabung. Dengan demikian, orang yang berniat jahat akan mudah memancing di air yang keruh.
Saudariku…!
Itulah musuhh-musuhmu, serta berbagai rencana dan makar mereka yang busuk, maka kenalilah mereka, waspadailah, belajarlah dan didiklah kaummu dengan pendidikan kewanitaan yang Islami.
Selamat bertugas dan berjuang wahai kuntum mekar nan mewangi!
Fiqih Shoum ringkas dari A sampai Z
Label: Fiqih | author: Tim Embun TarbiyahSaudaraku kaum Muslimin…!!! Tidak terasa waktu yang kita nanti-natikan itu kini telah datang kembali berada di depan kita marilah kita sambut bulan yang penuh berkah, bulan mulia yang agung telah menaungi kita. Saat di mana Alloh memperbesar pahala, melipatgandakan pemberian, dan membuka pintu-pintu kebaikan bagi orang-orang yang mau Bulan yang penuh dengan berbagai kebaikan, keberkahan, dan pemberian. Alloh berfirman:
"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Romadhon, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil)."
(QS. Al-Baqoroh: 185).
Keutamaan Puasa Romadhon
Ketahuilah wahai saudaraku, sesungguhnya puasa termasuk ibadah dan bentuk ketaatan yang paling utama, bahkan Alloh telah mewajibkan leluhur ummat untuk melaKukan ibadah puasa, sebagai-mana dalam firman-Nya. “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa. (QS. Al-Baqoroh: 183).
Di antara keutamaan puasa Romadhon adalah ia merupakan sebab terampuninya dosa dan dihapuskannya kesalahan. Disebutkan dalam riwayat Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda :“Barangsiapa yang berpuasa Romadhon dengan iman karena mengharapkan pahala, niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
Keutamaan lainnya adalah, pahala bagi orang yang berpuasa tidak terkait dengan bilangan tertentu, orang yang berpuasa akan diberikan pahala yang tidak terbatas. Disebutkan dalam salah satu riwayat Muslim: Satu kebaikan dalam tiap amalan anak Adam akan dibalas dengan sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat. Lalu Alloh berfirman: Kecuali puasa. Sesungguhnya ia untuk-Ku, dan Aku yang akan membalasnya. Pelakunya telah meninggalkan syahwat dan makannya karena Aku.” Hadits ini menunjukkan di antara keutamaan puasa di antaranya adalah:
Pertama: Alloh mengkhususkan puasa untuk diri-Nya, berbeda dengan seluruh amalan yang lain. Tentang puasa Alloh berfirman dalam hadits tadi: "Akulah yang akan membalasnya.” Puasa/shoum merupakan kesabaran dan ketaatan kepada Alloh , kesabaran terhadap apa-apa yang diharamkan oleh Alloh.
Kedua: Puasa adalah perisai, artinya ia adalah suatu yang mampu mencegah sekaligus mejadi tabir yang menjaga pelakunya dari perkara yang jelek dan sia-sia.
Ketiga: Bau mulut orang yang berpuasa itu lebih baik di sisi Alloh dibandingkan wangi misik.
Keempat: Orang yang berpuasa itu mempunyai dua kegembiraan: kegembiraan ketika berbuka dan ketika berjumpa dengan Robb-Nya.
Kelima: Ibadah shoum mampu memberikan syafa’at kepada pelakunya dihari kiamat dengan izin Alloh.
Oleh karena itu bersungguh-sunguhlah kalian dalam menyempurna-kan puasa kalian dan menjaga batasan-batasannya serta bertaubatlah kepada Alloh atas kekurangan dan kekhilafan kita selama masa yang telah kita lalui….
Adab-adab yang wajib dalam berpuasa:
Saudaraku-saudaraku ketahuilah, sesungguhnya puasa itu memiliki banyak adab sebagai penyempurna-annya. Adab-adab tersebut terbagi dua: Adab-adab wajib yang harus diperhatikan dan dijaga oleh orang yang berpuasa, dan adab-adab sunnah yang selayaknya dikerjakan.
Di antara adab yang wajib adalah orang yang berpuasa juga harus me-laksanakan berbagai ibadah lain yang telah Alloh wajibkan, baik itu berupa perkataan ataupun perbuatan. Salah satu contoh yang paling penting adalah shalat wajib, dimana shalat merupakan ruKun islam yang paling mendasar setelah dua kalimat syahadat. Ia wajb diperhatikan dengan menjaga rukun, kewajiban, syarat dan waktu pelaksanaanya di masjid secara berjama’ah.
Ada orang yang berpuasa tetapi meremehkan shalat berjama’ah padahal hal itu merupakan kewajiban-nya. Alloh telah memerintahkan hal itu dalam kitab-Nya:
“Dan apabila kalian berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kalian hendak mendirikan sholat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (sholat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang sholat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat) Maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersholat, lalu bersholatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata…”(QS.An-Nisa:102)
Kemudian di antara adab-adab yang wajib dilakukan orang yang berpuasa yaitu harus menjauhi seluruh perkara yang diharamkan oleh Alloh dan Rosul-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Contohnya: dia tidak boleh berdusta, yang dimaksud dengan dusta ialah memberikan kabar yang tidak sesuai dengan realita.
Adab-adab yang lain, orang yang berpuasa wajib menjauhi ghibah,yaitu menyebutkan sesuatu yang tidak disukai dari saudaranya tanpa se-pengetahuannya, baik itu memang benar ataupun tidak. Dalilnya Alloh berfirman:
“Dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kalian yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya.” (QS. Al-Hujurat:12).
Orang yang berpuasa juga wajib menjauhi namimah yaitu mengambil perkataan seseorang tentang orang lain untuk merusak hubungan baik diantara keduannya.perbuatan ini termasuk dosa besar. Rosululloh bersabda: “orang yang sering melaku-kan namimah tidak akan masuk surga.”(HR. Bukhori dan Muslim).
Berikutnya, pelaku puasa wajib untuk menjauhi segala bentuk dan jenis alat musik yang menjerumuskan seseorang itu dalam kelalaian, baik itu berupa kecapi, rebab, gitar, biola, piano, dan sebagainya. Itu semua adalah haram. Keharamannya akan bertambah jika diiringi nyanyian pembangkit hawa nafsu yang dilagukan dengan suara yang indah. Alloh berfirman: “Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Alloh tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Alloh itu olok-olokan. mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan." (QS. Lukman:6)
Wahai kaum muslimin berhati-hatilah kalian dari perkara yang membatalkan atau mengurangi puasa. Jagalah ia dari perbuatan serta perkataan yang keji dan dusta.
Adab-adab yang sunnah dalam berpuasa:
Pertama: Sahur, yaitu makan sebelum terbitnya fajar. Dinamakan demikian karena ia terjadi diwaktu sahur, artinya menjelang shubuh. Nabi telah me-merintahkan untuk melakukan sahur, beliau bersabda "Lakukanlah makan sahur, karena di dalam sahur terdapat berkah." (HR. Bukhori dan Muslim).
Kedua: Dianjurkan agar bersahur dengan memakan Kurma. Rosululloh bersabda: “makanan sahur yang paling baik bagi orang mukmin adalah Kurma.”(HR.Abu Dawud).
Ketiga: Kalau tidak ada Kurma ataupun makanan lainnya yang tersedia maka cukup dengan seteguk air.
Keempat : Jangan mubazir dan berlebihan. Alloh berfirman : "Makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang yang berlebihan. "
Kelima: Dianjurkan agar meng-akhirkan makan sahur. Maksudnya Nabi selalu mengakhirkan waktu makan sahur hingga mendekati terbit fajar, jarak antara makan sahur dengan shalat shubuh sekitar bacaan lima puluh ayat dengan bacaan yang sedang.
Ketujuh: Adab-adab sunnah lainnya, adalah menyegerakan berbuka setelah diketahui terbenamnya matahari, baik dengan melihatnya secara langsung, ataupun dengan kuatnya dugaan bahwa matahari telah tenggelam. Diriwayatkan dari sahl bin sa’ad bahwa Nabi bersabda: “Manusia itu akan senantiasa berada dalam kebaikan selama menyegerakan berbuka.”(HR. Bukhori dan Muslim).
Kedelapan: Di antara adab-adab yang juga disunnahkan dalam puasa adalah memperbanyak bacaan al-Qur’an, dzikir, berdo’a, sholat, dan sedekah. Adab lainnya yang disunnahkan dalam puasa. Pelakunya mengingat nikmat puasa yang telah Alloh telah berikan.
Pembatal-Pembatal Puasa
Pertama: Bersenggama pada siang hari, Disebutkan dalam shahih Muslim bahwa seorang pria mencampuri istrinya ketika Romadhon, lalu dia meminta fatwa kepada Nabi . beliau kemudian bersabda:
“Apakah engkau mempunyai budak?” lelaki itu menjawab, “Tidak’, “beliau bertanya lagi,” apakah engkau sanggup berpuasa selama dua bulan (berturut-turut)?” dia menjawab lagi Tidak”, beliau melanjutkan, “kalau begitu maka berilah makan kepada enam puluh orang miskin. “(Hadits ini disebutkan secara panjang lebar di dalam riwayat Bukhori dan Muslim).
Kedua: mengeluarkan air mani secara sadar dan sengaja, dengan ciuman, sentuhan, masturbasi, dan semisalnya.
Ini semua termasuk syahwat yang harus dihindari dalam puasa, sebagaimana disebutkan dalam hadits qudsi: “Dia meniggalkan makanan, minuman, dan syahwatnya karena Aku.” (HR. Bukhori).
Jika ciuman dan sentuhan itu tidak mengeluarkan air mani maka tidak batal akan tetapi hanya dikhawatirkan terjatuh kepada syahwat dan kita tidak bisa menahannya, sesungguhnya orang yang paling mampu menahan syahwatnya adalah Nabi disebutkan dalam Bukhori dan Muslim, dari hadits ‘Aisyah:
“Bahwa Nabi biasa mencium dan bercumbu meskipun beliau sedang berpuasa. Namun beliau adalah orang yang paling mampu mengendalikan dirinya.”
Ketiga: Makan dan minum (secara sengaja-sengaja), yaitu memasukan makanan dan minuman kedalam kerongkongan melalui mulut atau hidung, apapun jenis makanan dan minuman tersebut. Alloh berfirman:
"Dan makan minumlah hingga terang bagi kalian benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurna-kanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kalian campuri mereka itu, sedang kalian beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Alloh, maka janganlah kalian mendekatinya. Demikianlah Alloh menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa".(QS. Al-Baqoroh: 187).
Keempat: Muntah dengan sengaja, yaitu dengan mengeluarkan makanan dan minuman yang terdapat dilambung melalui mulut. Dalilnya adalah sabda Nabi:
“Barang siapa yag muntah dengan sengaja, maka ia tidak wajib mengqhada. Dan barang siapa yang muntah dengan sengaja, maka hendaklah ia mengqhada.” (HR. lima imam ahli hadits kecuali an-Nasa’i dan dishahihkan oleh al-Hakim).
Ketujuh: Keluarnya darah haidh dan nifas. Dalilnya adalah hadits yang didalannya terdapat ucapan Nabi kepada seorang wanita: ”Bukankah wanita yang sedang haidh tidak melakukan shalat dan puasa?”. Jika wanita melihat darah haidh ataupun nifas, maka batallah puasanya, baik diwaktu siang ataupun sesaat sebelum tenggelamnya matahari. Jika ia merasa darah haidh itu mulai mengalir namun tidak sampai keluar hingga terbenamnya matahari, maka puasanya itu sah.
Bila tiba waktu berbuka puasa…
1.Dua kegembiraan bagi orang yang berpuasa saat berbuka dan saat bertemu dengan-Nya. Rasul berkata: "tersedia dua kegembiraan bagi orang yang berpuasa. Kegembiraan sewaktu berbuka dan kegembiraan sewaktu bertemu dengan Robb-Nya". (HR. Ahmad)
2.Kapan waktunya..? Bila bulatan matahari telah terbenam di ufuk barat maka segeralah berbuka.
3.Menyegerakan berbuka janganlah menunda berbuka puasa bila waktu-nya telah tiba. Rosululloh memerin-tahkan agar segera berbuka bila matahari terbenam karena menye-gerakan berbuka mendatangkan kebaikan, juga merupakan komitmen kepada sunnah Rosul, salah satu kemenangan Islam, meyegerakan berbuka adalah bentuk penyelisihan terhadap Yahudi dan Nasroni.
4.Berbukalah sebelum mengerjakan shalat maghrib.
5.Berbuka dengan seadanya dan janganlah berlebih-lebihan.
6.Membaca do’a ketika berbuka puasa, Rosululloh bersabda. ”Tiga orang yang tidak tertolak do’anya orang yang sedang berpuasa hingga berbuka, Imam yang adil dan orang yang terdzalimi." (HR. At-Tirmizi)
Penting mana Khilafah atau Tauhid?
Label: Aqidah, Kebangkitan, Syariat, Waspada | author: Tim Embun TarbiyahBoleh jadi, banyak orang beranggapan bahwa masalah tauhid itu penting dan utama, bahkan wajib. Anggapan ini seratus persen benar. Namun, karena dalam kacamata sebagian orang, tauhid itu -meskipun penting dan utama, bahkan wajib- sempit cakupannya atau ‘terlalu’ mudah untuk direalisasikan -dan bahkan menurut mereka praktek dan pemahaman tauhid pada diri masyarakat sudah beres semuanya- maka akhirnya banyak di antara mereka yang meremehkan atau bahkan melecehkan da’i-da’i yang senantiasa mendengung-dengungkannya.
Terkadang muncul celetukan di antara mereka, “Kalian ini ketinggalan jaman, hari gini masih bicara tauhid?”. Atau yang lebih halus lagi berkata, “Agenda kita sekarang bukan lagi masalah TBC -takhayul, bid’ah dan churafat-, sekarang kita harus lebih perhatian terhadap agenda kemanusiaan.” Atau yang lebih cerdik lagi berkata, “Kalau kita meributkan masalah aqidah umat itu artinya kita su’udzan kepada sesama muslim, padahal su’udzan itu dosa! Jangan kalian usik mereka, yang penting kita bersatu dalam satu barisan demi tegaknya khilafah!”. Allahul musta’aan…
Sampai Kapan Kita Bicara Tauhid?
Tauhid adalah agenda terbesar umat Islam di sepanjang zaman. Sebab tauhid adalah hikmah penciptaan, tujuan hidup setiap insan, misi dakwah para nabi dan rasul, dan muatan kitab-kitab suci yang Allah turunkan.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat: 56).
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Yang menciptakan kematian dan kehidupan, untuk menguji kalian siapakah di antara kalian yang lebih baik amalnya.” (QS. al-Mulk: 2).
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh, Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul -yang menyeru-; Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (QS. an-Nahl: 36).
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah Kami utus sebelum kamu -hai Muhammad- seorang rasul pun melainkan Kami wahyukan kepada mereka, bahwasanya tidak ada sesembahan -yang benar- kecuali Aku, maka sembahlah Aku saja.” (QS. al-Anbiya’: 25)
Bahkan, tauhid adalah syarat pokok diterimanya amalan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah dia melakukan amal salih dan janganlah mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (QS. al-Kahfi: 110).
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh, apabila kamu berbuat syirik maka benar-benar semua amalanmu akan terhapus, dan kamu pasti akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (QS. az-Zumar: 65).
Lebih daripada itu, kemusyrikan -sebagai lawan dari tauhid- menjadi sebab seorang hamba terhalang masuk surga untuk selama-lamanya.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh Allah haramkan atasnya surga dan tempat kembalinya adalah neraka, dan sama sekali tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang zalim itu.” (QS. al-Maa’idah: 72).
Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Katakanlah; Sesungguhnya sholatku, sembelihanku, hidup dan matiku, seluruhnya adalah untuk Allah Rabb seluruh alam, tiada sekutu bagi-Nya, dan dengan itulah aku diperintahkan, dan aku adalah orang yang pertama kali pasrah.” (QS. al-An’aam: 162-163).
Oleh sebab itu, berbicara masalah tauhid berarti berbicara mengenai hidup matinya kaum muslimin dan keselamatan mereka di dunia maupun di akherat. Berbicara masalah tauhid adalah berbicara tentang tugas mereka sepanjang hayat masih dikandung badan.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sembahlah Rabbmu sampai datang kematian.” (QS. al-Hijr: 99).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun, dia pasti masuk neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu). Maka dengan alasan apakah agenda yang sangat besar ini dikesampingkan?
Kami Berjuang Demi Membela Hak-Hak Manusia!
Seruan semacam ini sering kita dengar. Dan banyak sekali kalangan yang tertipu dan terbius dengannya, sampai-sampai sebagian aktifis gerakan dakwah pun termakan oleh slogan ini. Padahal, di balik slogan -yang terdengar merdu ini- tersimpan rencana jahat Iblis dan bala tentaranya untuk menjauhkan manusia dari jalan Allah ta’ala, yaitu jalan tauhid.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah; Inilah jalanku, aku menyeru menuju Allah, di atas landasan bashirah/ilmu, inilah jalanku dan jalan orang-orang yang mengikutiku…” (QS. Yusuf: 108).
Hak-hak manusia sedemikian agung dalam pandangan mereka. Mereka benci dan murka apabila hak-hak manusia dihinakan dan diinjak-injak oleh sesamanya. Mereka pun bangkit dengan mengatasnamakan pejuang hak azasi manusia, pembela rakyat kecil, pembela kaum tertindas, dan gelaran-gelaran ‘keren’ lainnya. Orang-orang pun merasa tertuntut untuk mendukung mereka, karena mereka khawatir disebut tidak punya kepedulian terhadap sesama. Dan yang lebih busuk lagi, kalau ada yang menjadikannya sebagai sarana untuk meraih ambisi kekuasaan belaka!
Padahal, hak-hak manusia -sebesar apapun jasanya, semulia apapun kedudukannya- tetap saja masih lebih rendah apabila dibandingkan dengan hak Allah ta’ala, Rabb yang menciptakan dan mengatur jagad raya. Oleh sebab itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan agar dakwah tauhid didahulukan sebelum ajakan-ajakan yang lainnya. Beliau bersabda, “Hendaklah yang pertama kali kamu serukan kepada mereka yaitu supaya mereka mentauhidkan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma). Demikian pula beliau mengajarkan kepada kita, “Hak Allah atas hamba adalah hendaknya mereka menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu). Namun, jangan disalahpahami bahwa ini berarti kita meremehkan hak-hak manusia, sama sekali tidak!
Jangan Bicara Masalah Bid’ah!
Ungkapan semacam ini pun sering terlontar. Dalam persepsi mereka, bid’ah itu adalah masalah sensitif yang tidak perlu diungkit-ungkit. Mengapa demikian? Karena dengan memperingatkan umat dari bahaya bid’ah dan menjelaskan amalan-amalan serta keyakinan-keyakinan yang bid’ah akan menyebabkan timbulnya konflik internal di dalam tubuh kaum muslimin, dan menurut ‘hemat mereka’ hal itu akan melemahkan kekuatan kaum muslimin dan memecah belah persatuan mereka. Sepintas, sepertinya ini adalah alasan yang masuk akal dan bisa diterima… Namun, jangan terburu-buru! Karena ternyata cara berpikir semacam ini tidak dibenarkan oleh agama.
Sebelumnya, kita yakini bersama bahwa bid’ah adalah tercela dan sesat. Allah tidak menerima ibadah yang dilakukan namun tidak ada tuntunannya alias diada-adakan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak ada tuntunannya dari kami maka ia tertolak.” (HR. Muslim dari Aisyah radhiyallahu’anha). Sebagian ulama salaf juga berkata, “Bid’ah lebih disukai Iblis daripada maksiat. Karena maksiat masih ada kemungkinan diharapkan taubat darinya. Adapun bid’ah, maka sulit diharapkan taubat darinya.” Selain itu, sebagaimana kita yakini pula bahwa dalam berdakwah kita harus bersikap bijak, tidak boleh serampangan atau asal-asalan. Bahkan, sikap bijak/hikmah merupakan pilar dalam dakwah. Namun, bersikap bijak bukan dengan cara membiarkan kemungkaran merajalela tanpa pengingkaran kepadanya.
Tatkala bid’ah menjadi penghalang diterimanya amalan, bahkan ia termasuk kategori dosa dan kemungkaran, maka sudah sewajarnya seorang da’i memperingatkan bahayanya dan menjelaskannya kepada umat. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di setiap khutbah Jum’at beliau selalu memperingatkan umat dari bahaya bid’ah dan mengingatkan mereka bahwa setiap bid’ah adalah kesesatan yang berujung kepada kehancuran, sebagaimana yang tertera di dalam khutbatul hajah di setiap awal ceramah. Oleh sebab itu para ulama menganggap bahwa orang yang membantah ahlul bid’ah adalah termasuk golongan mujahid!
Tidakkah anda ingat bagaimana sahabat Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma dengan ilmu sunnah yang dimilikinya dengan tegas membantah dan berlepas diri dari bid’ah Qadariyah yang muncul di masanya? Demikian pula para ulama salaf lainnya seperti Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah yang dengan tegar mempertahankan aqidah al-Qur’an kalamullah dan bukan makhluk, dan masih banyak ulama lain yang melakukan perjuangan serupa seperti mereka berdua dengan segala resiko yang harus mereka tanggung di jalan dakwah ini. Maka apabila kita telah mengetahui itu semua, jelaslah bagi kita bahwa seorang da’i yang tidak menempuh jalan ini -memperingatkan umat dari bahaya bid’ah- itu maknanya dia telah berkhianat terhadap amanah dakwah. Karena ‘pengkhianatannya’ itulah statusnya akan berubah dari seorang da’i ilallah -orang yang mengajak kepada Allah- menjadi da’i ila ghairillah -orang yang mengajak kepada selain Allah-! Nas’alullahas salamah
Jangan Merasa Paling Benar!
Sebagian orang ketika ditegur dan diingatkan untuk meninggalkan atau menjauhi perkara-perkara yang menyimpang dari agama -karena bertentangan dengan al-Qur’an ataupun as-Sunnah- dengan ringannya mengucapkan perkataan semacam itu. Entah penyimpangan itu terkait dengan aqidah, ibadah, ataupun masalah yang lainnya. Entah itu termasuk dalam kategori syirik, kekafiran, kebid’ahan ataupun kemaksiatan yang lainnya. Belum lagi, jika orang tersebut memiliki sedikit ‘ilmu’ dan wawasan, maka dengan sigapnya dia akan ‘memperkosa’ dalil demi melanggengkan tindakannya yang keliru. Keras kepala, itulah sifat yang melekat dalam dirinya. Kalau dicermati lebih dalam, justru ternyata sikapnya yang tidak mau menerima nasehat dan teguran itu merupakan bentuk kesombongan dan ekspresi perasaan diri yang paling benar [!], Wal ‘iyadzu billah…
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Kemudian apabila kalian berselisih tentang suatu perkara maka kembalikanlah kepada Allah dan rasul, jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir…” (QS. an-Nisaa’: 59).
Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Demi Rabbmu, sekali-kali mereka tidak beriman sampai mereka mau menjadikan kamu -Muhammad- sebagai hakim atas segala perkara yang mereka perselisihkan, lalu mereka tidak mendapati rasa sempit dalam hati mereka terhadap keputusan yang kamu berikan, dan mereka pun pasrah sepenuhnya.” (QS. an-Nisaa’: 65).
Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Tidaklah pantas bagi seorang mukmin lelaki maupun perempuan, apabila Allah dan rasul-Nya telah memutuskan suatu perkara lantas masih ada bagi mereka pilihan yang lain dalam urusan mereka itu. Barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan rasul-Nya sesungguhnya dia telah tersesat dengan kesesatan yang amat nyata.” (QS. al-Ahzab: 36).
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah dia -Muhammad- itu berbicara melainkan wahyu yang diwahyukan kepadanya.” (QS. an-Najm: 3-4).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Agama adalah nasehat, untuk Allah, Kitab-Nya, rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin, dan untuk rakyatnya.” (HR. Muslim dari Tamim bin Aus ad-Dari radhiyallahu’anhu).
Tauhid Sudah Ada di Dada-Dada Manusia!
Sebagian orang mengucapkan perkataan semacam ini, sehingga secara sadar ataupun tidak dia telah menjauhkan manusia dari dakwah tauhid. Berangkat dari asumsi yang salah itulah maka mereka tidak lagi memberikan porsi besar bagi dakwah tauhid. Mereka pun beralih ke kancah perpolitikan ala Yahudi dan menyibukkan diri dengan sesuatu yang menyeret mereka dalam kehinaan. Apabila dikaji sebabnya, maka hanya ada dua kesimpulan; mungkin karena ketidaktahuannya sehingga dengan mudahnya dia berkata demikian, atau karena dia mengetahui kebenaran namun sengaja berpaling darinya. Dan keduanya ini apabila menimpa seorang yang digelari sebagai da’i, ustadz ataupun murabbi merupakan realita yang sangat pahit sekali. Oleh sebab itu, kita perlu meluruskannya.
Sebagaimana kita ketahui bahwa tauhid bukan sekedar ucapan la ilaha illallah yang tidak diiringi dengan konsekuensinya. Orang-orang munafikin di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan la ilaha illallah, akan tetapi mereka divonis akan menempati kerak neraka yang paling bawah. Hal itu tidak lain karena mereka tidak jujur dalam mengucapkannya. Tauhid juga bukanlah sekedar keyakinan bahwa Allah sebagai satu-satunya pencipta, penguasa dan pemelihara alam semesta, yang menghidupkan dan mematikan serta yang melimpahkan rezki, bukan itu saja! Sebab apabila memang itu tauhid yang dimaksud oleh dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam niscaya beliau tidak perlu mengobarkan peperangan kepada kaum kuffar Quraisy yang telah mengimani perkara-perkara itu.
Jangan Runtuhkan Persatuan!
Apabila para da’i berbicara tentang tauhid dan membantah berbagai macam bentuk kemusyrikan yang ada serta menjelaskan sunnah dan membongkar berbagai macam bentuk bid’ah yang merajalela, maka bangkitlah sebagian orang dengan semangat bak pahlawan seraya berteriak, “Mengapa kalian sibukkan umat dengan urusan semacam ini? Umat akan terpecah belah akibat dakwah kalian.” Inilah komentar-komentar sinis yang mereka lontarkan. Padahal, kita telah mengetahui bersama bahwa persatuan kaum muslimin yang hakiki -yang dengannya mereka akan selamat di hadapan Rabbnya- adalah persatuan di atas tauhid dan sunnah, bukan persatuan di atas syirik dan bid’ah! Orang-orang yang gemar menebar syirik dan bid’ah -dengan dipoles berbagai macam hiasan- maka mereka itulah sesungguhnya gerombolan pemecah belah dan pengacau persatuan!
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang menentang rasul setelah jelas baginya petunjuk, dan dia mengikuti jalan selain orang-orang yang beriman maka niscaya Kami akan biarkan dia terombang-ambing di atas kesesatan yang dipilihnya, dan Kami akan memasukkan dia ke dalam neraka Jahannam, dan sungguh Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. an-Nisaa’: 115).
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Pada hari itu -kiamat- tidak akan bermanfaat harta dan keturunan, melainkan bagi orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat.” (QS. asy-Syu’ara: 88-89).
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Pada hari itu -kiamat- orang-orang yang -dahulu ketika di dunia- saling berkasih sayang berubah menjadi saling memusuhi, kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. az-Zukhruf: 67).
Allah ta’ala juga berfirman mengenai seruan Nabi ‘Isa ‘alaihis salam kepada kaumnya (yang artinya), “Sesungguhnya Allah, Dialah Rabbku dan Rabb kalian, maka sembahlah Dia -saja-. Inilah jalan yang lurus.” (QS. az-Zukhruf: 64).
Allah ta’ala berfirman tentang dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya), “Sesungguhnya inilah jalanku yang lurus, maka ikutilah ia dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan yang lain itu, karena hal itu akan mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Itulah yang Dia perintahkan kepada kalian mudah-mudahan kalian bertakwa.” (QS. al-An’aam: 153)
Khilafah, Itu Solusinya!
Sebagian gerakan Islam yang telah kehilangan arah dan lalai dari misi dakwah para rasul sangat getol mendengung-dengungkan slogan ini. Menurut mereka, tanpa khilafah berarti tiada syari’ah. Tanpa khilafah, kaum muslimin tidak bisa berbuat apa-apa. Maka jadilah khilafah sebagai target perjuangan dan misi utama dakwah mereka. Tidak ada satupun problema di masyarakat atau negara melainkan mereka sangkut-sangkutkan dengan khilafah dan politik kekuasaan. Mereka menuding para da’i tauhid sebagai da’i kampungan yang tidak bisa bicara kecuali masalah-masalah sepele. Tidak bisa mengatasi masalah bangsa, tidak punya visi ke depan demi kejayaan umat, dan lain sebagainya.
Padahal, kita semua tahu bahwa bangunan umat ini tidak akan tegak dan kokoh kecuali di atas aqidah yang kuat dan murni. Seorang muslim dengan aqidah yang kokoh akan dengan sukarela menerapkan syari’ah dalam kehidupannya sekuat kemampuannya, meskipun misalnya ternyata khilafah belum mampu mereka wujudkan karena kondisi umat yang masih berlumuran dengan kotoran-kotoran keyakinan dan bid’ah yang sedemikian luas menjangkiti anak bangsa dan diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi dan melindas lembaran sejarah sedemikian lama.
Perubahan ini membutuhkan proses yang bertahap, tidak bisa terjadi secara tiba-tiba seperti membalikkan telapak tangan begitu saja. Hal ini dapat kita saksikan dalam individu-individu kaum muslimin. Yang mana perubahan menjadi baik itu memerlukan proses dan tahap yang tidak sebentar. Nah, bagaimana lagi dengan sekelompok orang yang memiliki beragam problema, sebuah negara, apalagi kumpulan negara dengan jutaan masalah yang menghimpit warga negara mereka masing-masing? Tentu merubahnya tidak cukup dengan teriakan dan slogan semata. Kembali kepada syari’ah tidak seratus persen bergantung pada khilafah. Betapa banyak syari’at yang bisa diterapkan oleh seorang individu umat ini, sebuah keluarga atau sekumpulan orang tanpa perlu menunggu tegaknya khilafah. Tidak ada yang salah dalam merindukan khilafah, akan tetapi tatkala khilafah menjadi tujuan dan cita-cita dakwah maka silahkan anda jawab sendiri pertanyaan ini; Apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah dengan tujuan mendirikan khilafah, ataukah menegakkan tauhid?
Dari situlah perlu kita camkan wahai saudaraku, bahwa tidak akan berhasil upaya apapun yang ditempuh oleh gerakan mana saja selama mereka lebih memilih jalannya sendiri dan tidak mau mengikuti jejak para pendahulu mereka. Imam Malik rahimahullah telah mengingatkan, “Tidak akan baik urusan akhir umat ini kecuali dengan sesuatu yang telah memperbaiki generasi awalnya.” Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barangsiapa yang telah jelas baginya sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka tidak halal baginya meninggalkan hal itu gara-gara mengikuti pendapat seseorang.” Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata, “Ikutilah tuntunan dan jangan membuat ajaran-ajaran baru, karena sesungguhnya kalian telah dicukupkan.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah akan mengangkat kedudukan sebagian kaum dengan sebab Kitab ini -al-Qur’an- dan akan menghinakan sebagian kaum yang lain dengan sebab Kitab ini pula.” (HR. Muslim dari Umar bin Khattab radhiyallahu’anhu).
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. ar-Ra’d: 11).
Sungguh benar ucapan Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu, “Betapa banyak orang yang menghendaki kebaikan namun tidak berhasil mendapatkannya.” Betapa banyak orang yang mengira dirinya pejuang Islam, mujahid dakwah, da’i kebenaran, namun ternyata mereka salah jalan dan justru menjadi musuh Islam dari dalam. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah; Maukah kuberitakan kepada kalian mengenai orang-orang yang paling merugi amalnya; yaitu orang-orang yang sia-sia usahanya di dalam kehidupan dunia akan tetapi mereka mengira bahwa mereka telah melakukan kebaikan yang sebaik-baiknya.” (QS. al-Kahfi: 103-104)
Saudaraku, betapa banyak rumah yang roboh bukan karena tiupan angin kencang ataupun terpaan banjir bandang. Akan tetapi ia roboh karena pondasinya yang tidak kokoh, karena pilar-pilarnya yang begitu lemah, tidak kuat menopang dinding dan atap serta barang-barang berat yang ada di dalamnya, sehingga tatkala getaran kecil gempa menyapa maka luluh lantaklah seluruh sendi-sendinya dan runtuhlah rumah itu menimpa pemiliknya! Maka demikianlah perumpamaan orang-orang yang mengimpikan kekuasaan dan khilafah namun menyingkirkan agenda terbesar umat Islam yang sesungguhnya. Jadi, sepenting apakah tauhid itu? Kini anda telah bisa menjawabnya.
Kebangkitan Sejati
Label: Kebangkitan | author: Tim Embun TarbiyahKeterpurukan dan kebangkitan kehidupan manusia datang silih berganti. Sejak awal penciptaan manusia, yaitu ketika Nabi Adam 'alaihissalam bangkit kembali dari keterpurukan kecil akibat melanggar larangan Alloh Subhanahuwata'ala. Keterpurukan besar-besaran senantiasa terjadi akibat tipudaya musuh manusia yang nyata yaitu iblis dan para syaitan.
Keterpurukan pertama terjadi pada Adam 'alaihissalam dan istrinya, ketika mereka melanggar larangan Alloh Subhanahuwata'ala dengan memakan buah dari pohon yang sudah dilarang untuk di dekati. Namun keterpurukan itu disambut dengan kebangkitan berupa taubatnya Nabi Adam 'alaihissalam kepada Alloh Subhanahuwata'ala.
Setelah diturunkan ke bumi, Adam ‘Alaihissalam menda’wahkan Tauhid kepada keluarga dan keturunannya. Sepuluh generasi keturunannya berada di atas Tauhid, hingga datang generasi yang menyimpang dari sirotolmustaqim, lalu terpuruklah ke lubang-lubang kesyirikan. Kemudian Alloh Subhanahuwata'ala mengutus Nuh 'alaihissalam untuk membangkitkan kembali kaumnya yang saat itu berada dalam keterpurukan terbesar, berupa penyembahan kepada patung-patung orang sholeh. Selama 950 tahun Nabi Nuh 'alaihissalam mendakwahkan tauhid kepada ummatnya namun hanya segelintir orang yang mau bangkit dan mengikuti Nabi Nuh 'alaihissalam. Sehingga Alloh Subhanahuwata'ala memusnahkan kaum yang tidak mau mengikuti Nabi Nuh 'alaihissalam. Kembali manusia bangkit dari keterpurukan.
Hingga suatu zaman, mereka kembali terpuruk dengan menyembah patung-patung, mengikuti syariat iblis dan berhukum bukan dengan hukum Alloh Subhanahuwata'ala. Alloh-pun mengutus Nabi Ibrahim 'alaihissalam untuk merintis sebuah gerakan kebangkitan dan mendakwahkan tauhid (kemurnian Islam). Begitu seterusnya, gelombang kebangkitan dan keterpurukan senantiasa silih berganti. Setiap terjadi keterpurukan Alloh Subhanahuwata'ala mengutus para Nabi dan Rosulnya untuk merintis sebuah gerakan kebangkitan.
Hingga datanglah suatu zaman ketika manusia kembali berada dalam keterpurukan total, Alloh Subhanahuwata'ala pun mengutus Nabi dan Rosul terakhir-Nya yaitu Muhammad Solallohu'alaihi Wassalam. Untuk sekali lagi memulai sebuah gerakan kebangkitan di tengah-tengah keterpurukan total yang menyelimuti seantero dunia. Rosululloh dan para sahabatnya ketika itu harus mengorbankan segala kesenangan dunia ini untuk membangkitkan manusia dari keterpurukan, Usaha total hingga gerakan kebangkitan yang dipimpin oleh Rosululloh Solallohu'alaihi Wassalam semakin lama semakin meluas dan meliputi sepertiga dunia.
Namun sunnatulloh pun kembali terjadi, kemurnian Islam mulai pudar, dan kesyirikan pun kembali merajalela di tubuh ummat. Hingga kaum kufar seakan mendapatkan kesempatan untuk merusak ummat dari dalam.
Daulah Utsmaniyyah pada mulanya berada dalam manhaj ahlusunnah wal jama’ah, mulai tenggelam ketika pemahaman sufi mulai merasuki tubuh ummat, kemurnian-pun tergantikan dengan kepalsuan-kepalsuan yang dilabeli agama. Keruntuhan daulah Utsmaniyyah tak bisa terelakkan gejolak dari dalam dan luar harus di hadapi oleh para pemegang kemurnian. Hingga pada akhirnya bangunan nan kokoh itupun harus runtuh ditelah kegelapan zaman.
Pasca runtuhnya sistem kekhilafahan, banyak di antara ummat ini yang menyerah dan pasrah. Namun ada pula sebagian kecil dari mereka yang mencoba untuk berbuat sesuatu untuk mengembalikan kekhilafahan yang telah runtuh. Namun usaha yang mereka lakukan bukanlah usaha yang bermuatan kebangkitan, pandangan yang salah tentang realita yang ada menyebabkan mereka mengambil langkah cepat dan dangkal. Mereka tidak memahami asasi keterpurukan yang terjadi dalam tubuh ummat. Bahwa kebangkitan hanya dapat terjadi dengan membangkitkan ruhani ummat yang terpuruk, mengembalikan kembali ummat kepada jalan yang lurus (Sirotul Mustaqim).
Di Indonesia sendiri sejak awal abad ke 20, gerakan-gerakan Islam terus bermunculan. Hanya saja amat disayangkan gerakan-gerakan tersebut banyak berorientasi pada problematika duniawi saja. Mereka kurang memperhatikan aspek keterpurukan ruhani. Padahal keterpurukan ruhani adalah ibu dari segala keterpurukan. Selain itu gerakan-gerakan yang banyak bermunculan jarang sekali yang mengusung manhaj Ahlusunnah sebagai suatu manhaj yang harus di anut oleh umat secara keseluruhan.
Realita keterpurukan ruhani di negeri kita sudah sangat mengerikan dan sudah berpotensi untuk mengundang adzab dari Alloh Subhanahuwata’ala. Bahkan adzab-adzab itu memang sudah berdatangan bertubi-tubi bagaikan gelombang lautan yang terus-menerus bergantian menghempas pantai.
Mulai dari Kesyirikan yang nyata dilakukan oleh masyarakat mulai dari penyembahan-penyembahan kepada kuburan-kuburan hingga praktek-praktek sihir yang dilegalitas dan masuk ke setiap pintu-pintu rumah kaum muslimin melalui media elektronik maupun cetak, hingga ritual-ritual kebudayaan bangsa yang diadopsi dari kepercayaan-kepercayaan lain. Semuanya adalah bentuk kesyirikan meskipun diberi label islami. Bahkan praktek-praktek kesyirikan tersebut dilindungi oleh pemerintah.
Kemudian kita dapati banyak sekali praktek-praktek bid’ah dalam kehidupan agama yang sama sekali tidak pernah di ajarkan ataupun di anjurkan apalagi diperbuat oleh Rosululloh Solallohu'alaihi Wassalam dan para Sahabatnya. Semua dianggap sebagi sunnah sedangkan sunnah dianggap bid’ah dan sesat.
Kemaksiatan-kemaksiatan yang banyak dilakukan oleh masyarakat, baik secara individu maupun kemaksiatan secara kolektif seperti pacaran, zina, meminum khomr, judi dll. Semua di diamkan dan dibiarkan, dianggap sebagai sesuatu hal yang biasa dan wajar dilakuan. Na’udzubillah…
Semua itu adalah keterpurukan ruhani yang akan mengakibatkan keterpurukan duniawi dan keterpurukan ukhrawi kelak, yaitu ancaman siksa pedih dan abadi di akhirat nanti serta menjadi sebab tidak mampunya kita mengemban khilafah tauhid di bumi ini.
Diantara keterpurukan duniawi yang akan dan bahkan telah terjadi adalah bencana-bencana alam yang terjadi di bumi ini. Bencana-bencana yang silih berganti bahkan susul menyusul senantiasa bertambah cepat jarak waktu dari satu bencana ke bencana lainnya. Bencana seperti Tsunami, Tanah Longor, Banjir, Semburan Lumpur, Tumbukan Meteor dan lain sebagainya adalah akibat dari keterpurukan ruhani yang ditambah buruk lagi oleh keterpurukan peran.
Alloh Subhanahuwata'ala berfirman:
“telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum: 41)
“ dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. 'alaihissalam-Syuro: 30)
Seperti yang telah disebutkan bahwa gerakan-gerakan Islam yang berorientasi kepada pembangkitan umat saling berbeda pandangan atau persepsi tentang realita umat saat ini dan tentang pangkal penyebab realita itu. Perbedaan ini telah melahirkan perbedaan strategi dalam mencapai tujuan setiap harokah.
Pandangan dan strategi pertama adalah mereka yang menganggap bahwa keterpurukan yang terjadi adalah keterpurukan duniawi semata, yaitu kepincangan dalam memanajemen umat dan solusinya adalah memperbaiki manahemen tersebut.
Kemudian pandangan dan strategi kedua adalah mereka yang mengakui adanya keterpurukan ruhani, peran, dan duniawi. Para peyakin pandangan ini berbeda pendapat dalam menilai bobot masing-masing keterpurukan dan hubungan di antaranya. Para peyakin pandangan ini tidak atau kurang mendasarkan strategi mereka pada keyakinan bahwa keterpurukan ruhani adalah sebab segala-galanya dan kebangkitan ruhani akan menjadi ibu dari semua kebangkitan.
Tsaqofah mereka terkonsentrasi pada “wajibnya mendirikan Negara Islam” yang setelah berdiri akan melahirkan “kejayaan umat”. Jadi solusi keterpurukan adalah berdirinya Negara Islam. Sehingga strategi ini dinamakan strategi tampuk kekuasaan.
Kemudian pandangan dan strategi ketiga, mereka yang merangkum dan menganalisa keterpurukan yang terjadi di tubuh umat, yang di rangkum dalam butir-butir berikut:
1.Umat Islam secara global dewasa ini berada dalam keterpurukan ruhani, peran, dan duniawi.
2.Keterpurukan Ruhani adalah ibu dari semua keterpurukan.
3.Keterpurukan ruhani pun mengancam berjuta umat di akhirat nanti dengan keterpurukan ukhrawi yang sangat dahsyat.
4.Kebangkitan ruhani adalah kembalinya umat secara jama’I meniti Sirotulmustaqim. Ini berarti dominasi manhaj Ahlusunnah Wal Jama’ah secara utuh atas kehidupan umat bermasyarakat.
5.Tak ada jalan untuk keselamatan ukhrawi dan terwujudnya kebangkitan peran dan duniawi tanpa kebangkitan ruhani.
6.Jalan kebangkitan total harus dirintis dengan dakwah yang bertarget kebangkitan ruhani secara kaffah.
Mereka yang meyakini pandangan ini memilih jalan dakwah sebagai “Strategi menuju perubahan”. Strategi ini kita namakan “Strategi Dakwah”.
Strategi ke empat inilah yang di usung oleh HASMI (Harokah Sunniyah Untuk Masyarakat Islami). HASMI adalah sebuah organisasi yang murni kelahiran Indonesia, berpusat di Indonesia dan bukan sekali-kali organisasi lintas Negara.
Dasar keseluruhan HASMI adalah manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah, manhaj kebenaran sesuai dengan kemurnian Islam. Manhaj wahyu Ilahi, Al-Qur’an dan Sunnah serta mengikuti pemahaman dan penerapan Salafussoleh. Hal ini tidak berarti sama sekali bahwa HASMI mengklaim tidak pernah atau tidak akan mempunyai kesalahan. Hal ini hanya sebatas kebulatan tekad penitian Sirotulmustaqim. HASMI mengusung dan mendakwahkan manhaj Ahlusunnah Wal Jama’ah.
Tujuan HASMI adalah terwujudnya kebangkitan total melalui usaha perwujudan ruhani yang bermahkotakan “Berdirinya masyarakat Islami di Indonesia” sebagi perwujudan dari kebangkitan peran yaitu masyarakat yang kolektif atau perorangan dinaungi dan dituntun oleh norma-norma Islam yang suci.
HASMI memilih strategi dakwah dalam meniti jalan perjuangan menuju tujuannya, karena Dakwah adalah strategi para nabi dalam misi penyelamatan mereka terhadap manusia. Sedangkan jihad besenjata adalah salah satu jalan dari jalan-jalan dakwah yang dilakukan hanya pada kondisi-kondisi tertentu. Bahkan jalan untuk merubah keterpurukan ruhani menjadi kebangkitan ruhani adalah dengan medakwahi umat tidak ada jalan lain.
Kita berada di tengah-tengah umat Islam yang sangat membutuhkan penerangan dan di waktu yang sama kesempatan serta pintu-pintu dakwah sangat terbuka lebar di negeri ini.
“ Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada Termasuk orang-orang yang musyrik". (QS. Yusuf: 108)
Tiga Jalan Menuju Kesesatan
Label: Aqidah, Waspada | author: Tim Embun TarbiyahUlama terkemuka dari India (Pakistan), Abul ‘Ala Maududi menjelaskan, dari mana sebenarnya kekufuran dan kesesatan (bid’ah) itu timbul? Al-Qur’anul Karim menegaskan, bahwa kejahatan-kejahatan itu muncul melalui tiga sumber :
Pertama, mengikuti kemauan sendiri.
Al-Qur’an menyatakan, “Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapatkan petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. (Qur’an : 28 : 50).
Ayat diatas mengartikan bahwa faktor terbesar penyebab kesesatan manusia adalah dorongan-dorongan hawa-nafsunya sendiri. Dan sama sekali tidak mungkin seseorang untuk menjadi hamba Allah, sementara ia masih menuruti dorongan-dorongan hawa nafsunya. Ia akan terus menerus memikirkan pekerjaan apa yang mendatangkan uang baginya, usaha apa yang akan membawa kemasyhuran dan penghormatan orang kepadanya, kemanapun ia harus mengejar kesenangan dan kepuasan, dan apa saja yang bisa memberikan kemudahan dan kenikmatan hidup baginya. Pendeknya, manusia akan dengan segala macam cara untuk mencapai tujuan itu.
Ia tidak akan pernah mengerjakan suatu apapun yang dianggapnya tidak akan membawa tercapainya tujuan-tujuan itu berupa kenikmatan dunia. Meskpun, Allah memerintahkannya lebih memilih jalan menuju kemuliaan di akhirat. Tetapi itu tidak pernah didengarnya lagi. Jadi Tuhan bagi orang seperti itu adalah dirinya (nafs), bukannya Allah Yang Agung. Jadi, bagimana ia akan mendapat manfaat dari petunjuk Allah?
Al-Qur’an menegaskan, “Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat jalan (dari binatang ternak itu)”. (Qur’an : al-Furqan : 43-44)
Menurut Al-Maududi, bahwa menjadi budak hawa nafsu lebih jelek dibanding menjadi binatang. Ini adalah tidak diragukan lagi. “Anda tidak akan pernah melihat seekor binatang pun yang mau melanggar batas-batas yang telah ditentukan Allah baginya”, ucap al-Maududi. Binatang hanya melaksanakan fungsi yang telah ditentukan Allah baginya. Tetapi, manusia adalah binatang yang apabila sudah menjadi budak hawa nafsunya sendiri, dan bahkan akan melakukan perbuatan yang membuat syetan sendiri gemetar.
Kedua, mengikuti nenek-moyang tanpa berpikir.
Jalan kedua adalah mengikuti adat kebiasaan, kepercayaan-kepercayaan dan pikiran-pikiran, ritus-ritus dan upacara-upacara yagn biasa dilakukan nenek-moyang, atau seorang ulama mereka. Mereka menganggap lebih penting daripada perintah Allah. Apabila perintah Allah dibacakan, maka orang-orang yang suka mengekor kepada nenek moyang (termasuk ulama mereka), maka mereka akan bersikeras bahwa mereka hanya akan mengikuti apa yang dilakukan nenek moyang mereka yang telah menjadi kebiasaan (habid). Bagaimana mungkin orang yang seperti ini akan menjadi hamba Allah?
Tuhan-Tuhan mereka adalah nenek-moyang mereka. Hak apa yang dimilikinya untuk mendakwakan bahwa dirinya adalah seorang muslim?
Al-Qur’an berfirman, “Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Ikutilah apa yang diturunkan oleh Allah’, mereka menjawab: (Tidak), tetap kami hanya mengikuti apa yagn telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami’. (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui sesuatupun, dan tidak mendapat petunjuk?”. (Qur’an : 2: 170)
“Apabila dikatakan kepada mereka : “Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul’. Mereka menjawab: “Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya’. Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek-moyang mereka walaupun nenek-moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk? Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu , tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu, apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepda Allah kamu kembali semuanya, maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. (Qur’an : 5: 104-105)
Jahatnya kesesatan itu adalah sedemikian rupa, sehingga semua orang bodoh di setiap zaman terkena cengkeramannya. Kesesatan selamanya mencegah mereka mendapatkan bimbingannya dari utusan-utusan Allah. Seperti halnya, Ibrahim alaihi salam, membujuk kaumnya untuk meninggalkan kepercayaan syirik, “Mereka menjawab : “Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya (patung-patung)”. (Qur’an : 21 : 25).
Manusia harus memilih salah satu satu. Tidak mungkin berdampingan antara berhala-hala itu dengan Allah. Antara kesesatan yang menyembah berhala, dan mereka yang berorientasi kepada al-haq Allah Rabbul alamin.
Ketiga, kepatuhan kepada selain Allah.
Jalan yang ketiga, seperti dinyatakan oleh al-Qur’an, adalah apabila manusia mengesampingkan perintah-perintah Allah, lalu mentaati perintah-perintah manusia dengan bermacam-macam alasan, seperti misalnya, “Karena bapak fulan adalah seorang besar, maka kata-katanya mestilah selalu baik dan harus kita ikuti’, atau ‘Karena rezeki saya bergantung pada orang itu, maka saya harus patuh kepadanya’, atau ‘karena orang mampu menghancurkan hidup saya dengan kutukannya, dan mampu menjamin saya masuk surga, maka apa yang dikatakannya pasti benar’ atau ‘bangsa anu bangsa besar adalah bangsa yang maju, kita harus meminta pertolongan dan perlindungan kepadanya, dan meniru cara hidupnya”. Dengan alasan-alasan seperti itu, maka tertutup lah pintu petunjuk Allah.
Al-Qur’an berfirman : “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah .. “ (Qur’an : 6 : 116)
Ayat ini mempunyai arti bahwa manusia hanya bisa tetap berada di jalan yang benar, bila ia mempercayakan diri seratus persen, secara totalitas hanya kepada Allah Ta’ala. Bagaimana bisa menemukan jalan kemuliaan kalau manusia mempercayakan diri kepada salain Allah. Hidupnya tidak akan pernah mendapatkan kebahagiaan.
Demikian pendapat dan pandangan Abul ‘Ala Maududi, seorang ulama besar yang lahir di anak benua India, yang sekarang sebagian menjadi Pakistan.