Satu hal yang menodai bulan Ramadhan adalah bermunculannya amalan-amalan bid'ah yang banyak dilakukan oleh sebagian kaum muslimin. Karena sudah turun temurun dilakukan merekapun menganggap baik bid'ah tersebut. Itulah sebabnya setan lebih menyukai bid'ah daripada maksiat. Khususnya di bulan Ramadhan ini, salah satu cara setan untuk menghalangi kebaikan di bulan ini adalah menebar amalan-amalan bid'ah. Para pelaku bid'ah itu merasa mereka lebih dekat kepada Allah, padahal mereka semakin jauh dari-Nya. Yang sangat menyedihkan adalah amalan-amalan bid'ah ini justru menjamur di bulan Ramadhan!
Dalam kajian kali ini kami coba membahas beberapa amalan bid'ah yang sering dilakukan oleh kaum muslimin. Semoga mereka dapat meninggalkan dan bertaubat darinya. Kami mencupliknya dari kitab Mu'jamul Bida' oleh Raa-id bin Shabri bin Abi 'Alfah dan kitab Al-Bida' Al-Hauliyah oleh Abdullah bin Abdul Aziz bin Ahmad At-Tuwairijiy serta beberapa referensi lainnya.
1. Bid'ah Punggahan.
Yakni makan-makan atau kenduri di masjid atau surau satu hari menjelang Ramadhan. Di beberapa tempat masyarakat berbondong-bondong membawa makanan beraneka ragam untuk kenduri di masjid menyambut datangnya bulan Ramadhan. Kenduri seperti ini disebut punggahan. Hal ini tidak ada contohnya dari Rasulullah, para Sahabat maupun Salafus Shalih.
2. Bid'ah pesta ru'yah.
Yaitu berkeliling kota atau desa menyambut malam pertama bulan Ramadhan sebagaimana biasa dilakukan oleh pengikut-pengikut tarikat dan orang awam. Silakan lihat kitab Al-Ibdaa' fi Madhaar Al-Ibtidaa' karangan Syeikh Ali Mahfuzh.
3. Bid'ah hisab.
Yakni menentukan awal Ramadhan dengan perhitungan hisab. Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu' Fatawa telah menegaskan bahwa cara seperti itu adalah bid'ah dalam agama. Silakan lihat Majmu' Fatawa (XXV/179-183).
4. Mendahului Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari sebelumnya.
Perbuatan seperti itu merupakan kedurhakaan terhadap Rasulullah Shallallahu álaihi wa Sallam. Rasulullah melarang mendahului Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari sebelumnya, kecuali bagi yang bertepatan dengan hari puasanya. Silakan lihat kitab Al-Ibdaa' fi Madhaar Al-Ibtidaa' karangan Syeikh Ali Mahfuzh.
5. Menyewa Qori untuk menjadi imam shalat tarawih di bulan Ramadhan.
Perbuatan ini termasuk bid'ah makruh, silakan lihat kitab As-Sunan wal Mubtada'aat (161) dan kitab Bida' Al-Qurra' karangan Muhammad Musa (42).
6. Bid'ah adanya waktu Imsak sebelum Azan Shubuh di bulan Ramadhan.
Bagaimana mungkin manusia mengharamkan apa2 yang dihalalkan Allh SWT, dimana Allah SWT melalui Rasulnya menghalalkan manusia untuk makan dan minum sampai terdengar azan shubuh, namun ada sebagian orang yang mengharamkannya 10-15 menit sebelum azan shubuh.
Silakan lihat kitab Tamaamul Minnah karangan Syeikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani (415).
7. Bid'ah Tashir.
Yakni membangunkan orang untuk sahur dengan berteriak: Sahur....sahur. Perbuatan seperti ini tidak ada contohnya di zaman Rasulullah dan tidak pula diperintahkan oleh beliau. Dan tidak pula dilakukan oleh para sahabat dan tabi'in.
Di negeri Mesir, para muadzdzin menyerukan lewat menara masjid: Sahur... sahur... makan.... minum...., kemudian membaca firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu bershiyam sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (QS. 2:183)
Di negeri Syam lebih parah lagi, mereka membangunkan sahur dengan membunyikan alat musik, bernyanyi, menari dan bermain.
Tidak ketinggalan di Indonesia, berbagai macam cara dilakukan oleh orang-orang awam. Ada yang keliling kampung sambil teriak-teriak: Sahur....sahur. Di sebagian daerah dengan membunyikan musik lewat mikrofon masjid atau dengan membunyikan tape dan membawanya keliling kampung, ada yang membunyikan mercon atau meriam bambu, dan lain sebagainya.
Semua itu adalah perbuatan bid'ah.
8. Bid'ah shalat Tarawih setelah shalat Maghrib.
Bid'ah ini umumnya dilakukan oleh kaum Rafidhah (Syi’ah). Sebab mereka mengingkari shalat tarawih bahkan membencinya. Menurut mereka shalat tarawih itu bid'ah yang diada-adakan oleh Umar Radhiyallahu ánhu.
9. Bid'ah shalat Al-Qadar.
Yakni mengerjakan shalat dua rakaat berjama'ah setelah shalat tarawih, kemudian di penghujung malam mereka mengerjakan shalat seratus rakaat di malam yang mereka yakini sebagai malam Lailatul Qadar, karena itulah mereka menamakannya shalat Al-Qadar.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakannya sebagai amalan bid'ah berdasarkan kesepatakan para ulama. Silakan lihat dalam kitab Majmu' Fatawa (XXIII/122).
10. Bid'ah mengumpulkan ayat-ayat berisi doa dan membacanya di rakaat terakhir shalat tarawih setelah membaca surat An-Naas. Silakan lihat kitab Al-Baa'its karangan Abu Syaamah (halaman 84).
11. Bid'ah perayaan malam khatam Al-Qurán.
Yakni berdoa dengan suara keras secara berjama'ah atau sendiri-sendiri setelah mengkhatamkan Al-Qurán.
12. Bid'ah perayaan Nuzul Al-Qurán.
Perayaan ini dilakukan setiap tanggal tujuh belas Ramadhan. Perayaan ini dan perayaan-perayaan lain sejenisnya seperti maulid nabi, isra' mi'raj dan tahun baru Islam merupakan perbuatan bid'ah yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu álaihi wa Sallam dan tidak pernah dilakukan oleh para sahabat sepeninggal beliau.
13. Bid'ah perayaan mengenang perang Badar.
Salah satu perayaan bid'ah yang diada-adakan oleh manusia adalah peringatan perang Badar pada malam ke tujuh belas Ramadhan. Orang-orang awam dan yang mengaku pintar berkumpul di masjid pada malam itu. Perayaan dibuka dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qurán kemudian dilanjutkan dengan pembacaan kisah perang Badar.
14. Menunda azan Maghrib di bulan Ramadhan dengan alasan untuk kehati-hatian.
Hal ini bertentangan dengan petunjuk nabi yang memerintahkan umatnya agar segera berbuka begitu bulatan matahari telah tenggelam di ufuk barat.
15. Berziarah kubur menjelang Ramadhan dan sesudahnya.
Perbuatan seperti ini banyak dilakukan oleh kaum muslimin di Indonesia. Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang membumbuinya dengan perbuatan-perbuatan bid'ah atau bahkan syirik. Berziarah kubur memang dianjurkan untuk mengingat Akhirat, namun mengkhususkannya pada waktu-waktu tertentu merupakan bid'ah dalam agama. Rasulullah tidak menganjurkan waktu-waktu tertentu untuk berziarah kubur.
16. Menyalakan lilin di depan rumah dan kembang api pada malam dua puluh tujuh Ramadhan.
Sebagian orang melakukannya dengan keyakinan bahwa para malaikat akan menyinggahi rumah yang dipasangi lilin. Perbuatan seperti itu jelas bid'ah dan mirip seperti perbuatan orang-orang Nasrani merayakan natal atau tahun baru, wal iyadzu billah minad dhalal.
17. Bid'ah Megengan.
Yakni kenduri di rumah-rumah yang dilakukan pada malam-malam ganjil sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Bid'ah ini banyak dilakukan di kampung-kampung di pulau Jawa.
18. Bid'ah Wadaa' Ramadhan.
Salah satu bid'ah yang diada-adakan di bulan Ramadhan adalah bid'ah wadaa' (perpisahan) Ramadhan. Yakni lima malam atau tiga malam terakhir di bulan Ramadhan para muadzdzin dan wakil-wakilnya berkumpul, setelah imam mengucapkan salam pada shalat witir, mereka melantunkan syair-syair berisi kesedihan mereka dengan kepergian bulan Ramadhan. Syair ini dilantunkan secara bergantian tanpa putus dengan suara keras. Tujuannya untuk mengumumkan kepada masyarakat bahwa malam ini adalah malam perpisahan bulan Ramadhan.
19. Bid'ah takbiran bersama2 dengan lafazh2 bid’ah dan memukul Beduq di malam 'Iedul Fithri.
Menurut sunnah nabi, takbiran dilakukan sendiri2 dengan boleh mengeraskan suara.
20. Bid'ah dzikir berjama'ah dengan suara keras disela-sela shalat tarawih.
Silakan lihat kitab Al-Madkhal karangan Ibnul Haaj (II/293-294).
21. Ucapan muadzdzin sebelum memulai shalat tarawih atau disela-sela shalat tarawih: "Shalaatut taraawih rahimakumullah". Lalu para berjamaah menyahut dengan teriakan2 nggak jelas.
22. Melafalkan niat: "Nawaitu shauma ghadin...." untuk berpuasa yang biasa dibaca setelah sahur.
Tidak ada satupun riwayat dari sahabat maupun tabi'in yang menyebutkan bahwa mereka melafalkan niat puasa seperti ini.
23. Bid'ah Tahwiithah.
Yaitu doa di akhir jum'at di bulan Ramadhan yang diucapkan oleh khatib di atas mimbar.
24. Bid'ah memilih-milih masjid untuk shalat tarawih di bulan Ramadhan, hingga terkadang harus bersafar karenanya. Rasulullah Shallallahu álaihi wa Sallam memerintahkan kita untuk shalat di masjid yang terdekat dengan kita dan melarang memilih-milih masjid.
25. Bid'ah Hafizhah.
Yakni surat sakti yang ditulis oleh khatib di akhir jum'at pada bulan Ramadhan, sebagian orang jahil meyakini surat sakti ini dapat menjaga mereka dari bahaya kebakaran, banjir, pencurian dan musibah lainnya.
26. Membaca surat Al-An'am (pada rakaat terakhir shalat tarawih di malam kedua puluh tujuh Ramadhan).
27. Bid'ah shalat khatam Al-Qurán pada bulan Ramadhan dengan melakukan seluruh sujud tilawah dalam satu rakaat.
28. Mengada-adakan gerakan ataupun ucapan dalam shalat tarawih yang tidak ada tuntunannya dalam sunnah. Sebagai contoh ucapan sebagian orang di beberapa negeri Islam: "Shallu yaa Hadhdhaar 'Alan Nabi" atau ucapan: "Ash-Shalaatul Qiyam Atsabakumullah". Demikian pula takbir dan tahlil setiap selesai dua rakaat, membaca shalawat nabi, menyuarakan tabligh (penyampaian suara) diantara mereka dengan suara keras. Dan perbuatan-perbuatan bid'ah, sesat dan mungkar lainnya yang mesti ditinggalkan karena sangat mengganggu orang yang sedang beribadah di rumah Allah.
29. Meniru-niru bacaan para qari'.
Hampir mirip dengan kesalahan di atas adalah meniru-niru bacaan sejumlah qari' sebagaimana banyak dilakukan oleh orang-orang sekarang. Kadang memaksakan diri meniru bacaannya. Sehingga yang menjadi tujuannya hanyalah mengelokkan suara, menarik perhatian orang kepadanya, mengatur alat pengeras suara dan sound system untuk menarik jama'ah shalat.
30. Membaca doa khatam al-qurán dalam shalat tarawih.
Sebagian imam ada yang berlebihan dalam masalah ini. Mereka sengaja menyusun doa-doa dengan irama tertentu, mengikuti sajak, berusaha menangis atau memaksakan diri menangis dan khusyuk serta merubah-rubah suara dengan cara yang tidak pantas menjadi contoh dalam membaca Al-Qurán.
Demikianlah beberapa bid'ah yang dapat kami rangkum dalam kesempatan kali ini. Sebenarnya masih banyak lagi bentuk-bentuk bid'ah lainnya yang tidak mungkin kami sebutkan satu persatu di sini. Hendaknya kaum muslimin dapat menghindari amalan-amalan bid'ah tersebut agar bulan Ramadhan yang suci ini tidak ternodai dengannya.
BID’AH-BID’AH DI BULAN RAMADHAN (Menjelang atau Sesudah)
Label: Waspada | author: Tim Embun TarbiyahSaudariku, Akhirilah Kepedihanmu!
Label: Dunia Akhwat | author: Tim Embun TarbiyahKaum muslimah adalah salah satu benteng dari benteng-benteng Islam yang tidak boleh dijamah, apalagi dirusak. Di pundak mereka ada tanggung jawab besar untuk melindungi, mentarbiyyah dan menjaga ummat dari berbagai kerusakan yang menyesatkan. Apabila para muslimah senantiasa istiqāmah dalam mengayomi ummat, maka seluruh lapisan masyarakat pun akan terlindungi. Keshalehan dan ‘iffah (kesucian jiwa) mereka merupakan jalan untuk melindungi ummat dari kemunduran dan kesenangan menurutkan hawa nafsu.
Karena inilah saudariku...musuh-musuh Allah Subhanahu Wa Ta'ala baik dari kalangan Westernis (pembeo kebudayaan Barat) maupun Sekuleris senantiasa berusaha keras untuk dapat menghancurkan benteng kokoh yang mulia dan untuk memecahkan permata yang belum terjamah ini.
Mulailah mereka menyebarkan racun dan rayuan maut untuk menjerumuskan kaum muslimah dari agama dan ketakwaannya. Mereka memobilisasi berbagai media massa untuk mengiklankan beragam bentuk fāhisyah (perbuatan keji lagi lacur) sebagai suatu seni atau sebagai sebuah peradaban. Dan mereka sebarkan pula peradaban semu yang hina, seperti komoditi seksual, dengan tujuan untuk merubah tatanan masyarakat dan opini publik terhadap kaum muslimah atau harga diri seorang wanita.
Sesungguhnya hal ini bukanlah hal yang aneh, karena ini merupakan slogan dan adat-istiadat yang telah mendarah daging bagi mereka. Namun, yang sebaiknya kita perbuat adalah untuk saling bertanya dengan tulus ikhlash:
“Apa sajakah yang telah diperbuat para da'i kita, dalam mengayomi permata ini?”
Tentunya yang paling berhak untuk merenungi pertanyaan ini adalah para wanita muslimah yang shalihah, dan merekalah yang lebih layak merenunginya. Sesungguhnya kita semua dituntut untuk mengetahui dengan seksama bahwa realita ummat kita, baik dari segi sosial masyarakat maupun dari sisi dakwah, menunjukkan satu kesimpulan pasti bahwa kita semua kurang memberikan porsi dan perhatian yang cukup untuk mendakwahi kaum muslimah.
Kitapun melihat bahwa kebanyakan muslimah yang shalihah, terlebih yang awamnya lebih banyak diam dan tidak mampu berbuat banyak dalam berdakwah kepada kalangannya sendiri. Bahkan kebanyakan mereka hanya pandai mencari berbagai alasan semu atau kambing hitam, agar ketidakmampuan dan sifat diam mereka dapat dilegalkan.
Bukankah secara pasti kita semua mengetahui bahwa rintangan-rintangan dakwah yang dihadapi oleh kaum wanita adalah lebih banyak daripada yang menimpa saudara-saudaranya, kaum lelaki?
Namun, apakah hal ini justru menjadi alasan kuat bagi seorang wanita untuk bersiap menyongsong kebangkitannya?
Ataukah dibenarkan bagi seorang wanita dā’iyyah untuk bermalas-malasan dan berfutūr (berpangku tangan, malas) ria?
Wahai saudariku, marilah sejenak bersama-sama kita merenungi khabar berita dari Abū Hurayrah Radialhu Anhu tatkala berkata:
“Ada seseorang berkulit hitam–lelaki ataupun perempuan– meninggal dunia dan dia adalah orang yang senantiasa menyapu masjid, dan kematiannya belum diketahui oleh Rasulullah. Maka ketika pada suatu hari beliau diinformasikan tentang hal tersebut, maka beliau berkata: Apakah yang telah dikerjakannya? Lalu dijawab: Dia telah meninggal, wahai Rasulullah! Beliau berkata: Maukah kalian menginformasikannya lebih lanjut? Maka merekapun menjawab: Sesungguhnya dia itu begini dan begini –tentang kisah hidupnya–, seakan-akan merendahkannya. Maka beliau berkata: Tolong tunjukkan kepadaku kuburannya! Kemudian beliau mendatangi kuburannya dan menyalatkannya” (HR. al-Bukhāri dalam Kitāb ash-Shalāh Bāb Kans al-Masjid 1/552 No. 458 dan Mus-lim dalam Kitāb al-Imārah Bāb Fadhl al-Jihād wa ar-Ribāth 3/1503 No. 1889)
Subhānallah...seorang wanita –sebagaimana dalam riwayat lain– yang oleh kebanyakan orang dipandang dengan sebelah mata ataupun hina...Namun nilai (kemuliaannya) di sisi Rasulullah Salallahu Alaihi Wasalam sangatlah agung sehingga beliau menanyakan hal-ihwalnya dan juga menyalatkannya.
Wanita tersebut telah menunaikan tugas dan tanggung jawabnya –meskipun dianggap sepele-, akan tetapi di sisi Allah Subhanahu Wa Ta'ala merupakan amalan yang agung sehingga berhak mendapatkan pujian dan perhatian dari Rasulullah Salallahu Alaihi Wasalam.
Sesungguhnya hal ini adalah suatu bentuk kreatifitas, yang mendorong wanita agung tersebut untuk berkhidmat kepada kaum muslimin dalam memenuhi hajat kebutuhan mereka. Itulah gambaran amalan mulia yang berasal dari seorang wanita lemah dalam pandangan orang lain...Namun hatinya adalah hati yang dipenuhi dengan ketaatan yang sanggup untuk melahirkan kesungguhan dan pengorbanan, tanpa disertai perasaan malu atau malas sedikitpun.
Sesungguhnya hal ini adalah suatu bentuk kreatifitas, yang membuat bangga hati orang-orang yang memiliki nurani yang sensitif (dalam kebaikan) dan senantiasa bergelora (untuk berjuang). Maka diapun bangkit untuk segera mempersembahkan kemampuan dirinya untuk mengharap wajah Allah Subhanahu Wa Ta'ala semata, tanpa dibarengi perasaan berpasrah diri atau menunggu orang lain saja yang akan berbuat.
Ternyata banyak sekali pengaruh yang meresap dalam jiwa tatkala kita menyaksikan kebiasaan yang telah mendarah daging seperti ini, dan ternyata sering kita lihat. Sebaliknya, kita menyaksikan bahwa kebanyakan wanita shalihah justru berpaling dan menghindar dari amanat dan tanggung jawab yang besar ini.
Subhānallah...Mengapa saudariku meninggalkan medan mulia ini? Lalu, kepada siapa saudari akan berharap agar ada orang lain yang akan memainkan peranannya?
Ataukah hati saudariku tidak merasa tersayat tatkala melihat berbagai kebejadan yang memberondong kehidupan melalui taring-taring tajam dunia maya (internet) dan juga melalui berbagai media massa? Dengan mudah mereka mempermainkan dan mengombang-ambingkan saudari-saudarimu sehingga merenggut ‘iffah (kesucian diri) dan kemuliannya?
Tidakkah hati saudariku merasa teriris tatkala menyaksikan beragam kerusakan yang menimpa saudari-saudarimu? Atau bahkan yang tersebar luas di rumah-rumah kita bagaikan kobaran api yang menyala-nyala?
Atau masih sanggupkah saudariku merasakan lezatnya makanan dan minuman tatkala saudariku menyaksikan seorang pemudi dan diikuti oleh pemudi lainnya, mulai mencampakkah hijabnya? Atau mulai berdansa-dansi ke sana kemari karena terbuai alunan musik durjana pembawa petaka dan fitnah?
Ya Allah...!! Bagaimana mungkin saudariku masih diam seribu bahasa, sementara engkau memiliki kemampuan –dengan karunia Allah– untuk melindungi dan mengayomi saudari-saudarimu dari jerat dan tipu-daya para durjana? Sudah keringkah air matamu? Atau sudah tenteramkah hatimu? Ataukah Allah Subhanahu Wa Ta'ala meridhai langkahmu?
Saudariku sesama hamba Allah Subhanahu Wa Ta'ala......
Sekaranglah saatnya, agar engkau mulai mempersiapkan diri...karena kalau tidak, maka sesungguhnya ummat ini adalah tanggung jawabmu. Sesungguhnya kelalaianmu merupakan kesempatan yang engkau berikan kepada para durjana untuk bebas melakukan segala upayanya. Barangsiapa yang menyadari akan besarnya tanggung jawab yang harus diembannya, maka dia akan terbebas dari segala dosa...
Barangsiapa membenarkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala, maka Allahpun akan mengakuinya sebagai hamba-Nya yang jujur.
وَ مَنْ رَعَى غَنَمًا فِي أَرْضٍ مَسْبَعَةٍ
وَ نَـامَ عَنْهَا تَوَلَّى رَعْيهَا اْلأَسَـد
Barangsiapa mengembalakan kambingnya di lahan yang penuh binatang buas
Kemudian dia terlelap menjaganya, maka tidaklah heran apabila gembalaannya diterkam harimau
Saudariku......bangkitlah, pelajarilah agamamu, dakwahi saudari-saudarimu terus berjuanglah wahai saudariku, ayunkan langkah pastimu dan akhirilah kepedihanmu, didiklah kaummu dimanapun kakimu berdiri, dibalut Iman tetap tegarlah kuntum mawar nan mewangi.