Kaum muslimah adalah salah satu benteng dari benteng-benteng Islam yang tidak boleh dijamah, apalagi dirusak. Di pundak mereka ada tanggung jawab besar untuk melindungi, mentarbiyyah dan menjaga ummat dari berbagai kerusakan yang menyesatkan. Apabila para muslimah senantiasa istiqāmah dalam mengayomi ummat, maka seluruh lapisan masyarakat pun akan terlindungi. Keshalehan dan ‘iffah (kesucian jiwa) mereka merupakan jalan untuk melindungi ummat dari kemunduran dan kesenangan menurutkan hawa nafsu.
Karena inilah saudariku...musuh-musuh Allah Subhanahu Wa Ta'ala baik dari kalangan Westernis (pembeo kebudayaan Barat) maupun Sekuleris senantiasa berusaha keras untuk dapat menghancurkan benteng kokoh yang mulia dan untuk memecahkan permata yang belum terjamah ini.
Mulailah mereka menyebarkan racun dan rayuan maut untuk menjerumuskan kaum muslimah dari agama dan ketakwaannya. Mereka memobilisasi berbagai media massa untuk mengiklankan beragam bentuk fāhisyah (perbuatan keji lagi lacur) sebagai suatu seni atau sebagai sebuah peradaban. Dan mereka sebarkan pula peradaban semu yang hina, seperti komoditi seksual, dengan tujuan untuk merubah tatanan masyarakat dan opini publik terhadap kaum muslimah atau harga diri seorang wanita.
Sesungguhnya hal ini bukanlah hal yang aneh, karena ini merupakan slogan dan adat-istiadat yang telah mendarah daging bagi mereka. Namun, yang sebaiknya kita perbuat adalah untuk saling bertanya dengan tulus ikhlash:
“Apa sajakah yang telah diperbuat para da'i kita, dalam mengayomi permata ini?”
Tentunya yang paling berhak untuk merenungi pertanyaan ini adalah para wanita muslimah yang shalihah, dan merekalah yang lebih layak merenunginya. Sesungguhnya kita semua dituntut untuk mengetahui dengan seksama bahwa realita ummat kita, baik dari segi sosial masyarakat maupun dari sisi dakwah, menunjukkan satu kesimpulan pasti bahwa kita semua kurang memberikan porsi dan perhatian yang cukup untuk mendakwahi kaum muslimah.
Kitapun melihat bahwa kebanyakan muslimah yang shalihah, terlebih yang awamnya lebih banyak diam dan tidak mampu berbuat banyak dalam berdakwah kepada kalangannya sendiri. Bahkan kebanyakan mereka hanya pandai mencari berbagai alasan semu atau kambing hitam, agar ketidakmampuan dan sifat diam mereka dapat dilegalkan.
Bukankah secara pasti kita semua mengetahui bahwa rintangan-rintangan dakwah yang dihadapi oleh kaum wanita adalah lebih banyak daripada yang menimpa saudara-saudaranya, kaum lelaki?
Namun, apakah hal ini justru menjadi alasan kuat bagi seorang wanita untuk bersiap menyongsong kebangkitannya?
Ataukah dibenarkan bagi seorang wanita dā’iyyah untuk bermalas-malasan dan berfutūr (berpangku tangan, malas) ria?
Wahai saudariku, marilah sejenak bersama-sama kita merenungi khabar berita dari Abū Hurayrah Radialhu Anhu tatkala berkata:
“Ada seseorang berkulit hitam–lelaki ataupun perempuan– meninggal dunia dan dia adalah orang yang senantiasa menyapu masjid, dan kematiannya belum diketahui oleh Rasulullah. Maka ketika pada suatu hari beliau diinformasikan tentang hal tersebut, maka beliau berkata: Apakah yang telah dikerjakannya? Lalu dijawab: Dia telah meninggal, wahai Rasulullah! Beliau berkata: Maukah kalian menginformasikannya lebih lanjut? Maka merekapun menjawab: Sesungguhnya dia itu begini dan begini –tentang kisah hidupnya–, seakan-akan merendahkannya. Maka beliau berkata: Tolong tunjukkan kepadaku kuburannya! Kemudian beliau mendatangi kuburannya dan menyalatkannya” (HR. al-Bukhāri dalam Kitāb ash-Shalāh Bāb Kans al-Masjid 1/552 No. 458 dan Mus-lim dalam Kitāb al-Imārah Bāb Fadhl al-Jihād wa ar-Ribāth 3/1503 No. 1889)
Subhānallah...seorang wanita –sebagaimana dalam riwayat lain– yang oleh kebanyakan orang dipandang dengan sebelah mata ataupun hina...Namun nilai (kemuliaannya) di sisi Rasulullah Salallahu Alaihi Wasalam sangatlah agung sehingga beliau menanyakan hal-ihwalnya dan juga menyalatkannya.
Wanita tersebut telah menunaikan tugas dan tanggung jawabnya –meskipun dianggap sepele-, akan tetapi di sisi Allah Subhanahu Wa Ta'ala merupakan amalan yang agung sehingga berhak mendapatkan pujian dan perhatian dari Rasulullah Salallahu Alaihi Wasalam.
Sesungguhnya hal ini adalah suatu bentuk kreatifitas, yang mendorong wanita agung tersebut untuk berkhidmat kepada kaum muslimin dalam memenuhi hajat kebutuhan mereka. Itulah gambaran amalan mulia yang berasal dari seorang wanita lemah dalam pandangan orang lain...Namun hatinya adalah hati yang dipenuhi dengan ketaatan yang sanggup untuk melahirkan kesungguhan dan pengorbanan, tanpa disertai perasaan malu atau malas sedikitpun.
Sesungguhnya hal ini adalah suatu bentuk kreatifitas, yang membuat bangga hati orang-orang yang memiliki nurani yang sensitif (dalam kebaikan) dan senantiasa bergelora (untuk berjuang). Maka diapun bangkit untuk segera mempersembahkan kemampuan dirinya untuk mengharap wajah Allah Subhanahu Wa Ta'ala semata, tanpa dibarengi perasaan berpasrah diri atau menunggu orang lain saja yang akan berbuat.
Ternyata banyak sekali pengaruh yang meresap dalam jiwa tatkala kita menyaksikan kebiasaan yang telah mendarah daging seperti ini, dan ternyata sering kita lihat. Sebaliknya, kita menyaksikan bahwa kebanyakan wanita shalihah justru berpaling dan menghindar dari amanat dan tanggung jawab yang besar ini.
Subhānallah...Mengapa saudariku meninggalkan medan mulia ini? Lalu, kepada siapa saudari akan berharap agar ada orang lain yang akan memainkan peranannya?
Ataukah hati saudariku tidak merasa tersayat tatkala melihat berbagai kebejadan yang memberondong kehidupan melalui taring-taring tajam dunia maya (internet) dan juga melalui berbagai media massa? Dengan mudah mereka mempermainkan dan mengombang-ambingkan saudari-saudarimu sehingga merenggut ‘iffah (kesucian diri) dan kemuliannya?
Tidakkah hati saudariku merasa teriris tatkala menyaksikan beragam kerusakan yang menimpa saudari-saudarimu? Atau bahkan yang tersebar luas di rumah-rumah kita bagaikan kobaran api yang menyala-nyala?
Atau masih sanggupkah saudariku merasakan lezatnya makanan dan minuman tatkala saudariku menyaksikan seorang pemudi dan diikuti oleh pemudi lainnya, mulai mencampakkah hijabnya? Atau mulai berdansa-dansi ke sana kemari karena terbuai alunan musik durjana pembawa petaka dan fitnah?
Ya Allah...!! Bagaimana mungkin saudariku masih diam seribu bahasa, sementara engkau memiliki kemampuan –dengan karunia Allah– untuk melindungi dan mengayomi saudari-saudarimu dari jerat dan tipu-daya para durjana? Sudah keringkah air matamu? Atau sudah tenteramkah hatimu? Ataukah Allah Subhanahu Wa Ta'ala meridhai langkahmu?
Saudariku sesama hamba Allah Subhanahu Wa Ta'ala......
Sekaranglah saatnya, agar engkau mulai mempersiapkan diri...karena kalau tidak, maka sesungguhnya ummat ini adalah tanggung jawabmu. Sesungguhnya kelalaianmu merupakan kesempatan yang engkau berikan kepada para durjana untuk bebas melakukan segala upayanya. Barangsiapa yang menyadari akan besarnya tanggung jawab yang harus diembannya, maka dia akan terbebas dari segala dosa...
Barangsiapa membenarkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala, maka Allahpun akan mengakuinya sebagai hamba-Nya yang jujur.
وَ مَنْ رَعَى غَنَمًا فِي أَرْضٍ مَسْبَعَةٍ
وَ نَـامَ عَنْهَا تَوَلَّى رَعْيهَا اْلأَسَـد
Barangsiapa mengembalakan kambingnya di lahan yang penuh binatang buas
Kemudian dia terlelap menjaganya, maka tidaklah heran apabila gembalaannya diterkam harimau
Saudariku......bangkitlah, pelajarilah agamamu, dakwahi saudari-saudarimu terus berjuanglah wahai saudariku, ayunkan langkah pastimu dan akhirilah kepedihanmu, didiklah kaummu dimanapun kakimu berdiri, dibalut Iman tetap tegarlah kuntum mawar nan mewangi.
Saudariku, Akhirilah Kepedihanmu!
Label: Dunia Akhwat | author: Tim Embun TarbiyahPosts Relacionados:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar