Bak filosofi daun putri malu, selalu terkatup bila disentuh. Malu indentik dengan wanita. Pada dasarnya wanita memang pemalu, jinak-jinak merpati. Salah tingkah bila dipandang, wajah memerah hingga akhirnya tertunduk malu. Apakah keadaan ini bersifat pribadi dan terjadi pada orang-orang tertentu saja? Atau mungkin konteks tersebut hanya terjadi tatkala bertemu dengan lawan jenis?
Tentu saja yang kita maksudkan adalah sifat malu yang dimiliki oleh kebanyakan wanita. Konteksnya pun bukanlah pad abunungan antara pria dan wanita, tetapi terutama pada konteks sosial sesama wanita.
Bila suatu ketika kita diminta untuk tampil di muka umum, orang yang sedikit memiliki sifat malu pun tentu akan merasa malu yang sesungguhnya. Atau mungkin tetap saja tidak mengakui rasa malu ini tetapi memunculkan gejala turunannya.
Mmm… Jujur nih, sifat malu terkadang membuat kamu enggan untuk unjuk gigi, apalagi dalam sebuah forum diskusi, dirimu lebih menyukai pendengar yang bik, right? Katanya mau jadi pribadi yang sukses? Jika jawabannya ”ya” kamu adalah wanita yang berani menerima tantangan. Bicaralah pada dirimu sendiri ”Apakah kita mamapu menyingksingkan rasa malu, bila harus berbicara di depan umum”? Janganlah kita menggadaikan sebuah kesuksesan hanya karena rasa malu yang membelenggu.
Apakah masalahnya hanya malu? Ternyata bukan hanya itu, tetapi kurangnya rasa percaya diri (PD) selalu menghinggapi diri dan membuat urung ketika hedak menuturkan kata di depan umum. Nah, agar kamu bisa lancar dalam berbicara, lakukanlah pengandai-andaian bahwa dirimu adalah seorang pembicara hebat, atau strategi lainnya yang mampu membakar semangat jiwa, niscaya hal tersebut dapat membantu memotivasi kepercayaan diri kita. Belajarlah pada sosok Asma Binti Yazid yang terkenal ahli dalam berpidato hingga mendapat gelar ”Pengkhutbah Wanita”.
Hilangkan Nervous itu….
Wajar jika dirimu nervous (gugup), bila harus berbicara di forum. Badan keringet dingin, tangan basah, perut sakit, gemetaran dan ada juga yang bolak-balik ke kamar mandi bila nervous. Hal tersebut sah-sah saja kok! Karena itu adalah ekspresi jiwa.
Menurut seorang ilmuwan otak, sifat malu itu ada pada amygdala. Apa sebenarnya, amygdala itu? Amygdala adalah salah satu bagian otak yang berukuran sebesar biji kacang yang mengatur emosi saat merespons ancaman, termasuk salah satunya keadaan diri saat berbicara di depan orang banyak.
Bila nervous, langkah terbaik adalah menarik nafas dalam-dalam lalu tahan selama lima detik, keluarkan dengan hembusan yang tenang. Kemudian tarik nafas dalam-dalam kembali dan begiru seterusnya hingga kamu maju ke forum. Tenangkanlah hati dengan kata-kata yang menentramkan, seperti: Jangan Panik, tenaglah, atau pasti kita bisa. Janganlah lupa untuk tersenyum, karena nilai sebuah senyuman dapat membawa kamu untuk menghilangkan rasa cemas serta mancairkan perasaan nervous.
Anggaplah Diri Kita Laksana Seorang Instruktur
Anggaplah dirimu mempunyai nilai plus (lebih) dari orang lain. Anggaplah diri kita seorang supertrainer, seorang yang berwibawa, sosok yang anggun, dan kharismatik. Ah… makhluk bernama wanita itu biasanya paling jago dalam hal berandai-andai dan saya mempercayakannnya pada dirimu, dalam masalah andai-andai ini. Imajinasi membentuk lebih dari tiga perempat kehidupan nyata.
Maka dengan berandai-andai akanmengubah image diri (minder) menjadi bersemangant serta menambah rasa percaya diri yang tinggi bila harus berbicara dalam suatu forum. Berbicara di depan orang banyak memang bukan bukan pekerjaan yang mudah. Dibutuhkan strategi dan trik-trik khusus seperti teknik visualisasi.
Salah satu teknik yang bisa digunakan adalah teknik visualisasi. Dengan membayangkan sesuatu aktivitas, otak kita sudah mengalami rangsangan seperti enar-benar melakukan aktivitas tersebut. Berandai-andai layaknya pembiccara hebat akan menyuntik semangat diri untuk tampil sebaik mungkin. Untuk itu berandai-andailah…
Jangan menunduk ketika berbicara di depan umum, hal ini menandakan kegugupan. Ada baiknya kita menatap audiensi dan tersenyumlah. Sikap ini menandakan bahwa kita memiliki sikap percaya diri. Ketahuilah teman, ketika berbicara di depan podium, kontak mata dan bahasa tubuh berkomunikasi lebih banyak daripada kata-kata. Sekitar 70 persen komunikasi dilakukan secara nonverbal karena gerakan menjadi pusat perhatian ketika kita berbicara di depan podium. Makanya, janganlah kamu bersembunyi di balik podium, berjalan-jalanlah ke arah audience, untuk lebih merefleksikan kepenatan dan kekakuan diri dalam berbicara. Percayalah dirimu sendiri. Engkau mengetahui lebih banyak ketimbang yang kau sangka.
Damaikan Hatimu
Perasaan tenang memberikan aura pada bahasa tubuh (body language). Bila hati damai, cara berbicara pun mudah terkontrol dengan baik. Hal itu bisa dimulai dengan dzikir. ”(Yaitu) orang-orang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Alloh. Ingatlah, hanya dengan mengingat Alloh hati menjai tentram.” (QS. Ar-Rad: 28) Alloh adalah sumber ketenangan. Untuk mencapai jiwa yang tenang, marilah kita mendatangi sumber segala ketenangan tersebut.
Banyak resep yang disarankan oleh para psikolog untuk mengatasi takut ini, diantaranya dengan relaksasi. Bila dalam konteks Islam, relaksasi dapat dilakukan dengan berdzikir, mengingat asma-Nya.
Dzikir dapat menambah ketenangan dalam batin, untuk menyinari jiwa-jiwa kosong dengan cahaya Ilahi sehingga mampu mengubah rasa gundah menjadi sejuk dan damai. Perbanyaklah berdzikir kepada-Nya, niscaya lisan mampu menggerakkan hati dan akal.
Manusia belum akan dikatakan sempurna kajiannya sebelum mempergunakan potensi qalbunya, sebab qalbu itulah yang mampu menjangkau alam nonmateri (sesuatu yang ghaib). Qalbu itulah yang dapat meyakini adanya Alloh setelah akal mengkaji ciptaan-Nya. Langkah awal dilakukan dengan jalan berdzikir kepada-Nya. Temukan kebahagiaanmu di dalam dirimu sendiri.
Tips Menghilangkan Rasa Malu
•Sadari bahwa rasa malu bukan sesuatu yang buruk. Tapi jika rasa malu kamu dapat mengganggu aktivitas, perlu segera dicari jalankeluarnya. Konsultasilah pada teman, atau team ahli: pikolog.
•Berlatihlah membuka diri dengan orang lain, sebagai cara jitu mengikis sifat pemal kamu.
•Menyapa orang setiap kali bertemu orang, misalnya ”Assalamu’alaikum sebagai permulaan yang baik.
•Carilah seorang teman yang membantu permasalahan kamu. Karena dorongan dan motivasi dari orang lain sangat diperlukan bagi orang yang mempunyai sifat malu.
Tips Sukses Presentasi
Mungkin kamu tipe wanita yang paling takut kalau mendapat tugas presentasi di depan orang banyak. Hilangkan rasa takut itu, lalu ikuti rumus 5K
1.Kuasai Materi
Memahami materi yagn akan dibahas adalah modal dalam berbicara. Materi yang ideal tidak terlalu lama dan terlalu singkat.
2.Kenali Audiensi
Cata kita berbicara harus disesuaikan dengan audiensi. Bila tidak, tentulah komunikasi tidak dapat berjalan dengan lancar.
3.Kembangkan dengan Beragam Suasana
Presentasi akan enak untuk didenganr kalau diselingi dengan suasana pembicaraan yang beragam, humor, cerita-cerita yang mengejutkan emosi serta contoh-contoh.
4.Kuasai Alat Bantu Presentasi
Presentasi akan mudah dipahami, bila dibantu dengan alat-alat bantu, untuk itu kuasailah. Contoh: OHP, LAPTOP, dll
5.Kuasai Waktu
Mengatur waktu juga diperlukan dalam presentasi. Aturlah waktu dengan baik. Misalnya: 15% perkenalan dan pengantar, 70% penyampaian materi, sedangkan 15% kesimpulan dan penutup.
Malu di Podium
Label: Dunia Akhwat | author: Tim Embun TarbiyahBidadari yang Cantik Jelita
Label: Aqidah, Dunia Akhwat | author: Tim Embun TarbiyahMereka sangat cangat cantik, memiliki suara-suara yang indah dan berakhlaq yang mulia. Mereka mengenakan pakaian yang paling bagus dan siapapun yang membicarakan diri mereka pasti akan digelitik kerinduan kepada mereka, seakan-akan dia sudah melihat secara langsung bidadari-bidadari itu. Siapapun ingin bertemu dengan mereka, ingin bersama mereka dan ingin hidup bersama mereka.
Semuanya itu adalah anugrah dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang memberikan sifat-sifat terindah kepada mereka, yaitu bidadari-bidadari surga. Alloh Subhanahu wa Ta’ala mensifati wanita-wanita penghuni surga sebagai kawa’ib, jama’ dari ka’ib yang artinya gadis-gadis remaja. Yang memiliki bentuk tubuh yang merupakan bentuk wanita yang paling indah dan pas untuk gadis-gadis remaja. Alloh Subhanahu wa Ta’ala mensifati mereka sebagai bidadari-bidadari, karena kulit mereka yang indah dan putih bersih. Aisyah RadhiAllohu anha pernah berkata: “warna putih adalah separoh keindahan”
Bangsa Arab biasa menyanjung wanita dengan warna puith. Seorang penyair berkata:
Kulitnya putih bersih gairahnya tiada diragukan
laksana kijang Makkah yang tidak boleh dijadikan buruan
dia menjadi perhatian karena perkataannya lembut
Islam menghalanginya untuk mengucapkan perkataan jahat
Al-’In jama’ dari aina’, artinya wanita yang matanya lebar, yang berwarna hitam sangat hitam, dan yang berwarna puith sangat putih, bulu matanya panjang dan hitam. Alloh Subhanahu wa Ta’ala mensifati mereka sebagai bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik, yaitu wanita yang menghimpun semua pesona lahir dan batin. Ciptaan dan akhlaknya sempurna, akhlaknya baik dan wajahnya cantk menawan. Alloh Subhanahu wa Ta’ala juga mensifati mereka sebagai wanita-wanita yang suci. Firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya: ”Dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci.” (QS: Al-Baqarah: 25)
Makna dari Firman diatas adalah mereka suci, tidak pernah haid, tidak buang air kecil dan besar serta tidak kentut. Mereka tidak diusik dengan urusan-urusan wanita yang menggangu seperti yang terjadi di dunia. Batin mereka juga suci, tidak cemburu, tidak menyakiti dan tidak jahat. Alloh Subhanahu wa Ta’ala juga mensifati mereka sebagai wanita-wanita yang dipingit di dalam rumah. Artinya mereka hanya berhias dan bersolek untuk suaminya. Bahkan mereka tidak pernah keluar dari rumah suaminya, tidak melayani kecuali suaminya. Alloh Subhanahu wa Ta’ala juga mensifati mereka sebagai wanita-wanita yang tidak liar pandangannya. Sifat ini lebih sempurna lagi. Oleh karena itu bidadari yang seperti ini diperuntukkan bagi para penghuni dua surga yang tertinggi. Diantara wanita memang ada yang tidak mau memandang suaminya dengan pandangan yang liar, karena cinta dan keridhaanyya, dan dia juga tidak mau memamndang kepada laki-laki selain suaminya, sebagaimana yang dikatakan dalam sebuah syair: Ku tak mau pandanganmu liar ke sekitar jika kau ingin cinta kita selalu mekar.
Di samping keadaan mereka yang dipingit di dalam rumah dan tidak liar pandangannnya, mereka juga merupakan wanita-wanita gadis, bergairah penuh cinta dan sebaya umurnya. Aisyah RadhiAllohu anha, pernah bertanya kepad Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam, yang artinya: “Wahai Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam, andaikata engkau melewati rerumputan yang pernah dijadikan tempat menggembala dan rerumputan yang belum pernah dijadikan tempat menggambala, maka dimanakah engkau menempatkan onta gembalamu?” Beliau menjawab,”Di tempat yang belum dijadikan tempat gembalaan.” (Ditakhrij Muslim) Dengan kata lain, beliau tidak pernah menikahi perawan selain dari Aisyah.
Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam bertanya kepada Jabir yang menikahi seorang janda, yang artinya: ”Mengapa tidak engkau nikahi wanita gadis agar engkau bisa mencandainya dan ia pun mencandaimu?” (Diriwayatkan Asy-Syaikhany)
Sifat bidadari penghuni surga yang lain adalah Al-’Urub, jama’ dari al-arub, artinya mencerminkan rupa yang lemah lembut, sikap yang luwes, perlakuan yang baik terhadap suami dan penuh cinta. Ucapan, tingkah laku dan gerak-geriknya serba halus.
Al-Bukhary berkata di dalam Shahihnya, “Al-’Urub, jama’ dari tirbin. Jika dikatakan, Fulan tirbiyyun”, artinya Fulan berumur sebaya dengan orang yang dimaksudkan. Jadi mereka itu sebaya umurnya, sama-sama masih muda, tidak terlalu muda dan tidak pula tua. Usia mereka adalah usia remaja. Alloh Subhanahu wa Ta’ala menyerupakan mereka dengan mutiara yang terpendam, dengan telur yang terjaga, seperti Yaqut dan Marjan. Mutiara diambil kebeningan, kecemerlangan dan kehalusan sentuhannya. Putih telor yang tersembunyi adalah sesuatu yang tidak pernah dipegang oleh tangan manusia, berwarna puith kekuning-kuningan. Berbeda dengan putih murni yang tidak ada warna kuning atau merehnya. Yaqut dan Marjan diambil keindahan warnanya dan kebeningannya.
Semoga para wanita-wanita di dunia ini mampu memperoleh kedudukan untuk menjadi Bidadari-Bidadari yang lebih mulia dari Bidadari-Bidadari yang tidak pernah hidup di dunia ini. Wallahu A’lam
(Sumber Rujukan: Raudhah Al-Muhibbin wa Nuzhah Al-Musytaqin [Taman Orang-orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu], karya Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah)
HUKUM MERIWAYATKAN DAN MENGAMALKAN HADIST-HADIST DHA'IF UNTUK FADHAA-ILUL A'MAL (KEUTAMAAN AMAL) TARGHIB DAN TARHIB DAN LAIN-LAIN
Label: Aqidah, Hadist, Waspada | author: Tim Embun Tarbiyahbismillah...
Oleh Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat
Dalam membahas masalah ini saya bagi menjadi dua bagian :
PERTAMA
Menjelaskan beberapa kesalahan dan kejahilan dalam memehami perkataan
sebagian ulama tentang mengamalkan hadist dhaif untuk fadhaa-ilul
a'mal :
1. Kebanyakan dari mereka menyangka bahwa masalah mengamalkan
hadist-hadist dhaif untuk fadhaa-ilul a'mal atau targhib dan tarhib
tidak ada khilaf lagi - tentang bolehnya- diantara para ulama. Inilah
persangkaan yang jahil. Padahal , kenyataannya justru sebaliknya.
Yakni telah terjadi khilaf diantara mereka para ulama sebagaimana
diterangkan secara luas di dalam kitab-kitab musthalah . dan menurut
mazhab Imam Malik , Syafi'I , Ahmad bin Hambal , Yahya bin Ma'in,
Abdurahman bin Mahdi , Bukhari , Muslim , Ibnu Abdil Baar , Ibnu Hazm
dan para imam ahli hadist lainnya , mereka semua TIDAK MEMBOLEHKAN
beramal dengan hadist dhaif SECARA MUTLAK meskipun untuk fadhailul
a'mal dan lain-lain. Tidak syak lagi inilah mazhab yang haq. Karena
tidak ada hujjah kecuali hadist-hadist yang telah tsabit dari
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam . Cukuplah saya turunkan
perkataan Imam Syafi'I :" idza shohhal hadistu fahuwa mazhabiy"
apabila telah sah suatu hadist . maka itulah mazhabku.
2. Mereka memahami bahwa mengamalkan hadist dha'if itu untuk
menetapkan (itsbat) tentang suatu amal. Baik mewajibkan , menyunatkan
(mustahab) , mengharamkan atau memakruhkannya meskipun tidak datang
nash dari Al kitab dan As Sunnah .
Seperti mereka telah menetapkan dengan hadist-hadist dha'if beberapa
macam shalat sunat dan ibadah lainnya yang sama sekali tidak ada dalil
shahih dari As Sunnah secara tafsil (terperinci) yang menerangkan
tentang sunatnya. Kalaupun demikian pemahaman mereka dalam mengamalkan
hadist-hadist dha'if untuk fadhaailul a'mal.
Allahumma ! Memang demikianlah yng selama ini mereka amalkan. Maka,
jelaslah bahwa mereka telah menyalahi ijma ulama sebagaimana
diterangkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Karena barang siapa
yang menetapkan (istbat) tentang sesuatu amal yang tidak ada nashnya
dari al Kitab dan As Sunnah baik secara jumlah (garis besarnya) dan
tafsil atau secara tafsil (rinci) saja, maka sesungguhnya ia telah
membuat syariat yang tidak diizinkan oleh Allah Jalla wa 'Alaa.
Kepada mereka ini , Imam Syafi'I , telah memperingatkan dengan
perkataannya yang masyhur :"man istahsana faqod syaro'a" - barang
siapa yang menganggap baik (istihsan) - yakni tentang suatu amal yang
tidak ada nash dan Sunnah - maka sesungguhnya ia telah membuat syariat
baru !!!! Semoga Allah merahmati Imam Syafi'I yang terkenal dikalangan
salaf sebagai naashirus sunnah (pembela sunnah).
Ketahuilah! Bahwa yang dimaksud oleh sebagian ulama boleh beramal
dengan hadist-hadist dho'if untuk fadhail a'amal atau targhib dan
tarhib , ialah apabila yelah datang nash yang shahih secara tafsil
(rinci) yang menetapkan tentang suatu amal - baik wajib, sunat,haram
atau makruh- kemudian datang hadist-hadist dho'if (yang ringan
dho'ifnya) yang menerangkan tentang keutamaannya (fadha'il a'mal) atau
targhib dan tarhib dengan syarat hadist-hadist tsb tidak sangat dho'if
atau maudhu' (palsu), maka inilah yang dimaksud.
3. Salah faham dengan perkataan Imam Ahmad bin Hambal dan ulama salaf
lainnya yang semakna perkataannya dengan beliau yang menyatakan :
"Apabila kami meriwayatkan dari Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam
tentang halal, haram , sunan (sunat-sunat) dan ahkam, KAMI KERASKAN
(yakni kami periksa dengan ketat) sanad-sanadnya. Dan apabila kami
meriwayatkan dari nabi shalallahu alaihi wa sallam tentang FADHA ILUL
A'MAL dan tidak menyangkut hukum dan tidak marfu' (tidak disandarkan
kepada beliau shalallahuu alaihi wa sallam ) KAMI PERMUDAH di dalam
(memeriksa) sanad-sanadntya. (shahih riwayat Imam Al Khatib al
Bhagdhadi dikitabnya al kifaayah fi ilmir riwaayah hal 134)
Perkataan Imam Ahmad diatas diriwayatkan juga oleh Imam-imam yang lain
(banyak sekali) tetapi tanpa tambahan : dan yang tidak marfu .
Maksudnya : Riwayat-riwayat mauquf (yakni perkataan dan perbuatan
shahabat) atau riwayat-rwayat dari tabi'in dan atha'ut taabi'in.
Kebanyakan dari mereka dalam memahami perkataan Imam Ahmad diatas,
bahwa BELIAU MEMBOLEHKAN mengamalkan hadist-hadist dha'if untuk fadha
ilul a'mal !!
Jelas sekali , pemahaman diatas keliru bila ditinjau dari beberapa
sudut ilmiah, diantaranyaa ialah :" bahwa yang dimaksud oleh Imam
Ahmad bin Hambal dengan tasahul (bermudah-mudah) dalam fadha ilul
a'mal ialah hadist-hadist yang DERAJATNYA HASAN (bukan hadist-hadist
dha'if meskipun ringan kelemahannya). Karena , hadist pada zaman
beliau dan sebelumnya tidak terbagi kecuali menjadi 2 bagian : SHAHIH
dan DHA'IF.
SEDANGKAN HADIST DHA'IF TERBAGI PULA MENJADI 2 BAGIAN
PERTAMA : hadist-hadist dha'if yang ditinggalkan , yakni tidak dapat
diamalkan atau dijadikan hujjah.
Kedua : Hadist-hadist dha'if yang dipakai, yakni dapat diamalkan atau
dijadikan hujjah .
Yang terakhir ini kemudian dimasyhurkan dan ditetapkan sebagai salah
satu bagian dari derajat hadist oleh Imam Tirmidzi dengan istilah
HADIST HASAN. Jadi , Imam Tirmidzi yang PERTAMA KALI membagi derajat
hadist menjadi bagian : SHAHIH , HASAN dan DHA'IF.
Demikianlah penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Imam Ibnul
Qoyyim dan para ulama lainnya.
KEDUA
Menjelaskan kesalahan mereka yang TIDAK PERNAH memenuhi syarat-syarat
yang telah dibuat oleh sebagian ulama dalam mengamalkan hadist dha'if
untuk fadha ilul a'mal atau targhib dan tarhib.
Ketahuilah !! Sesungguhnya ulama-ulama kita yang TELAH MEMBOLEHKAN
beramal dengan hadist-hadist dha'if di atas , telah membuat BEBERAPA
PERSYARATAN yang SANGAT BERAT dan KETAT.
Persayaratan tsb tidak akan dapat dipenuhi kecuali oleh mereka (ulama)
yang membuatnya atau ulama-ulama yang memiliki kemampuan sangat tinggi
dalam ilmu hadistnya (para muhadist).
Dibawah ini saya turunkan sejumlah persyaratan yang telah dibuat oleh
para ulama kita Kemudian , saya iringi dengan beberapa keterangan yang
sangat berfaedah. Insya Allahau ta'ala.
1. Syarat pertama
Hadist tersebut khusus untuk fadhailul amal atau targhib dan tarhib.
Tidak boleh untuk aqidah atau ahkam (spt hukum halal, haram ,wajib,
sunat , makruh) atau tafsir Qur'an. Jadi , seorang yang akan
membawakan hadist-hadist dho'if , terlebih dahulu HARUS MENGETAHUI
mana hadist dha'if yang MASUK bagian fadha ilul a'mal dan mana hadist
dha'if yang masuk bagian aqidah atau ahkam.
Tentu saja persyaratan pertama ini CUKUP BERAT dan tidak sembarang
orang dapat mengetahui perbedaan hadist-hadist dha'if diatas kecuali
mereka YANG BENAR-BENAR AHLI HADIST.
Kenyataannya, kebanyakan dari mereka (khususnya kaum KHUTOBAA'- para
penceramah / khotib) tidak mampu dan telah melanggar persyaratan
pertama ini.
Berapa banyak hadist-hadist dho'if tentang aqidah dan ahkam yang
mereka sebarkan melaului mimbar-mimbar dan tulisan-tulisan.!!!!
2. Syarat kedua
Hadist tersebut TIDAK SANGAT DHOIF apalagi MAUDHU' , BATIL , MUNGKAR
dan Hadist-hadist yang TIDAK ADA ASALNYA.
Yakni, yang boleh dibawakan hanyalah hadist-hadist yang ringan
(kelemahannya). Persyaratan kedua ini LEBIH BERAT dan SULIT
dibandingkan dengan syarat yang pertama. Karena, untuk mengetahui
suatu hadist itu derajatnya SHAHIH , HASAN, DHA'IF ringan , sangat
DHA'IF , dst.
Bukanlah pekerjaan yang mudah sebagaimana telah dimaklumi oleh mereka
yang faham betul dengan ilmu yang mulia ini.
Pekerjaan tsb merupakan yang sangat berat sekali yang hanya dapat
dikerjakan oleh para AHLI HADIST yang benar-benar ahli. Dan
persyaratan kedua inipun DILANGGAR besar-besaran . Berapa banyak
hadist yang batil dan mungkar , sangat dha'if , maudhu' ,dan tidakada
asalnya yg mereka sebarkan dengan lisan maupun tulisan.
Anehnya orang-orang jahil ini kalau dinasehati oleh ahli ilmu dengan
cepat mereka menjawab :"Dibolehkan untuk Fadha ilul a'mal". Lihatlah
betapa sempurnanya kejahilan mereka !!!
3. Syarat ketiga
Hadist tsb TIDAK BOLEH DI-I'TIQODKAN (diyakini) sebagai sabda Nabi
Shalallahu alaihi wa sallam sebab bisa terkena ancaman beliau : yakni
berdusta atas nama beliau. (Dapat dibaca tulisan saya : Ancaman
berdusta atas nama Nabi Shalallahu alaihi wa sallam). Persyaratan
ketiga ini SAMA SEKALI tidak dapat dipenuhi, yang membawakan dan
mendengarkan betul-betul MENYAKINI sebagai sabda Nabi shalallahu
alaihi wa sallam
4. Syarat keempat
Hadist tsb harus mempunyai dasar yang umum dari hadist yang shahih .
Persyaratan yang ke-4 ini selain susah dan lagi-lagi mereka tidak
dapat memenuhinya, juga apabila TELAH ADA hadist yang shahih untuk
apalagi segala macam hadist-hadist yang dha'if.
5. Syarat ke-5
Hadist tsb TIDAK BOLEH DIMASYHURKAN (DIPOPULERKAN). Menurut Imam ibnu
Hajar rahimahulllah , apabila hadist-hadist dha'if itu dipopulerkan,
niscaya akan terkena ancaman berdusta atas nama nabi Shalallahu alaihi
wa sallam.
Lihatlah ! Ramai-ramai mereka menyebarkan dan mempopulerkan
hadist-hadist dha'if , sangat dha'if , bahkan maudhu' sehingga umat
lebih mengenal hadist-hadist tsb daripada hadist shahih. Innalillahi
wa inna ilahi rooji'un !! Alangkah terkenanya mereka dengan ancaman
nabi Shalallahu alaihi wa sallam.
6. Syarat ke-6
Wajib memberikan bayan (PENJELASAN) bahwa hadist tersebut dha'if saat
menyampaikan atau membawakannya. Kalau tidak , niscaya mereka terkena
kepada kepada ancaman menyembunyikan ilmu dan masuk ke dalam ancaman
Nabi Shalallahu alaihi wa sallam :" Ancaman berdusta atas nama Nabi
Shalallahu alaihi wa sallam".
Demikian ketetapan para muhaqiq dari ahli hadist dan ulama ushul
sebagaimana diterangkan oleh Abu Syaamah (baca Tamaamul minnah : Al
Bani hal :32)
Inilah hukum orang yang "diam", tidak menjelaskan hadist-hadist dha'if
yang ia bawakan untuk fadhailul a'mal.
Maka bagaimana dengan orang yang "diam" terhadap riwayat-riwayat yang
bathil , sangat dha'if, atau maudhu untuk fadhailul a'mal ??? Benarlah
para ulama kita - rahimahumullah- bahwa mereka terkena ancaman
menyembunyikan ilmu dan berdusta atas nama nabi shalallahu alaihi wa
sallam.
7. Syarat ke-7
Dalam membawakannya TIDAK BOLEH menggunakan lafadz-lafadz jazm (yang
menetapkan) seperti :"Nabi shalallahu alaihi wa sallam telah bersabda
atau mengerjakan sesuatu atau memerintahkan dan melarang dan lain-lain
yang menunjukkan ketetapan atau kepastian bahwa Nabi Shalallahu alaihi
wa sallam BENAR-BENAR bersabda dst.
Tetapi wajib menggunakan lafadz TAMRIDH (yaitu lafadz yang TIDAK
MENUNJUKKAN sebagai sesuatu ketetapan) , seperti :
Telah diriwayatkan dari Nabi shalallahu alaihi wa sallam dan yang
serupa dengannya dari lafadz tamridh sebagaimana telah dijelskan oleh
imam Nawawi dalam muqoddimah kitabnya al majmu'syarah muhadzdzab
(1/107) dan para ulama lainnya.
Persyaratannya yang terakhir ini , selain mereka tidak memiliki
kemampuan , juga tidak bisa dipakai lagi pada jaman kita sekarang
(dimana ilmu hadist sangat gharib / asing sekali).
Karena kebanyakan dari ahli ilmu sendiri (kecuali ahli hadist)
teristimewa kaum khutobaa / para khatib dan orang awam tidak dapat
membedakan antara lafadz jazm dan tamridh.
Dikutip dari risalah :
Berhati-Hati Dalam Meriwayatkan Hadist Nabi Shallahu Alaihi Wa Sallam
Dan Beberapa Kesalahan Dalam Meriwayatkan Dan Hukum Meriwayatkan Dan
Mengamalkan Hadist-Hadist Dhaif Untuk Fadhaa-Ilul A'mal , Tagrib Dan
Tarhib Dan Lain-Lain
Maraaji' :
1) Al Muhalla (1/2) Ibn Hazm
2) Al-Fash fil-milal wal-ahwaa wan-nihal (2/222) Ibn Hazm , tahqiq
Doktor muhammad Ibrahim Nashr dan Doktor Abdurrahman 'Umairah.
3) Al-Majmu' Syarah Muhadz-dzab (1/101 dan 107) imam Nawawi.
4) Majmu' Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (18/23-25 dan 65-66 dan
249, 1/250-252)
5) A'laamul Muwaqi'in (1/31-32) Ibnul Qayyim.
6) Al-Kifaayah fil-ilmir-riwaayah (hal: 133 dan 134) Imam Al Khatib al
Bhagdadi.
7) Al-Madkhal (hal :29) Imam Hakim.
8) Muqaddimaha Ibnu Shallah (hal : 49) Imam Ibnu Shalah.
9) An-Nukat 'ala Kitabi Ibnu Shalah (2/887-888) Ibnu Hajar
10) Tadribur-raawi (1/298-299) Imam As Suyuthi
11) Al-Qaulul- Badii'fish Shalaati alal Habibisy-Syafi'I (hal :
258-260 akhir kitab) Imam As Shakhaawiy.
12) Qawwwa'idut tahdist (hal :113-121) Al Qaasimi.
13) Taujihun Nazhar ila Ushulil Aatsar (hal 297)
14) Al I'thishom (1/224-231) Imam Syaathibiy , tahqiq 'Allamah Sayyid
Rasyid Ridha.
15) Ikhtishar 'Ulumul Hadist (hal : 90-92) Ibnu Katsir tahqiq Ahmad Syakir.
16) Muqoddimah al Adzkar (hal : 5-6) Imam Nawawi
17) Tamaamul Minnah (hal : 32-40) al Albani
18) Muqoddimah Shahih Jami'us Shaghir (1/44-51) Al Albani
19) Muqoddimah Dho'if Jami'us Shaghir (1/44-51) Al Albani
20) Silsilatul AhaadistAdh Dha'ifah wal Maudhu'ah (3/21-26) al Albani
21) 21. Muqaddimah Shahih Targhib , Al Albani.
Hukum Merayakan Hari Valentine
Label: Aqidah, Dunia Akhwat, Waspada | author: Tim Embun Tarbiyah
Bismillah...
Keinginan untuk ikut-ikutan memang ada dalam diri manusia, akan tetapi hal tersebut menjadi tercela dalam Islam apabila orang yang diikuti berbeda dengan kita dari sisi keyakinan dan pemikirannya. Apalagi bila mengikuti dalam perkara akidah, ibadah, syi’ar dan kebiasaan.
Padahal Rasul Shallallaahu alaihi wa Salam telah melarang untuk mengikuti tata cara peribadatan selain Islam:
“Barang siapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut.” (HR. At-Tirmidzi).
Bila dalam merayakannya bermaksud untuk mengenang kembali Valentine maka tidak disangsikan lagi bahwa ia telah kafir. Adapun bila ia tidak bermaksud demikian maka ia telah melakukan suatu kemungkaran yang besar. Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata,
“Memberi selamat atas acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa perbuatan tersebut haram. Semisal memberi selamat atas hari raya dan puasa mereka, dengan mengucapkan, “Selamat hari raya!” dan sejenisnya. Bagi yang mengucapkannya, kalau pun tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu merupakan perbuatan haram. Karena berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka yang menyekutukan Allah. Bahkan perbuatan tersebut lebih besar dosanya di sisi Allah dan lebih dimurkai dari pada memberi selamat atas perbuatan minum khamar atau membunuh. Banyak orang yang kurang mengerti agama terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa menyadari buruknya perbuatan tersebut. Seperti orang yang memberi selamat kepada orang lain atas perbuatan maksiat, bid’ah atau kekufuran maka ia telah menyiapkan diri untuk mendapatkan kemarahan dan kemurkaan Allah.”
Abu Waqid Radhiallaahu anhu meriwayatkan: Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam saat keluar menuju perang Khaibar, beliau melewati sebuah pohon milik orang-orang musyrik, yang disebut dengan Dzaatu Anwaath, biasanya mereka menggantungkan senjata-senjata mereka di pohon tersebut. Para sahabat Rasulullah berkata, “Wahai Rasulullah, buatkan untuk kami Dzaatu Anwaath, sebagaimana mereka mempunyai Dzaatu Anwaath.” Maka Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “Maha Suci Allah, ini seperti yang diucapkan kaum Nabi Musa, ‘Buatkan untuk kami tuhan sebagaimana mereka mempunyai tuhan-tuhan.’ Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, sungguh kalian akan mengikuti kebiasaan orang-orang yang ada sebelum kalian.” (HR. At-Tirmidzi, ia berkata, hasan shahih).
Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah ketika ditanya tentang Valentine’s Day mengatakan :
“Merayakan hari Valentine itu tidak boleh, karena:
Pertama: ia merupakan hari raya bid‘ah yang tidak ada dasar hukumnya di dalam syari‘at Islam.
Kedua: ia dapat menyebabkan hati sibuk dengan perkara-perkara rendahan seperti ini yang sangat bertentangan dengan petunjuk para salaf shalih (pendahulu kita) – semoga Allah meridhai mereka. Maka tidak halal melakukan ritual hari raya, baik dalam bentuk makan-makan, minum-minum, berpakaian, saling tukar hadiah ataupun lainnya. Hendaknya setiap muslim merasa bangga dengan agamanya, tidak menjadi orang yang tidak mempunyai pegangan dan ikut-ikutan. Semoga Allah melindungi kaum muslimin dari segala fitnah (ujian hidup), yang tampak ataupun yang tersembunyi dan semoga meliputi kita semua dengan bimbingan-Nya.”
Maka adalah wajib bagi setiap orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat untuk melaksanakan wala’ dan bara’ ( loyalitas kepada muslimin dan berlepas diri dari golongan kafir) yang merupakan dasar akidah yang dipegang oleh para salaf shalih. Yaitu mencintai orang-orang mu’min dan membenci dan menyelisihi (membedakan diri dengan) orang-orang kafir dalam ibadah dan perilaku.
Di antara dampak buruk menyerupai mereka adalah: ikut mempopulerkan ritual-ritual mereka sehingga terhapuslah nilai-nilai Islam. Dampak buruk lainnya, bahwa dengan mengikuti mereka berarti memperbanyak jumlah mereka, mendukung dan mengikuti agama mereka, padahal seorang muslim dalam setiap raka’at shalatnya membaca,
“Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (Al-Fatihah:6-7)
Bagaimana bisa ia memohon kepada Allah agar ditunjukkan kepadanya jalan orang-orang yang mukmin dan dijauhkan darinya jalan golongan mereka yang sesat dan dimurkai, namun ia sendiri malah menempuh jalan sesat itu dengan sukarela. Lain dari itu, mengekornya kaum muslimin terhadap gaya hidup mereka akan membuat mereka senang serta dapat melahirkan kecintaan dan keterikatan hati.
Allah Subhannahu wa Ta'ala telah berfirman, yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Al-Maidah:51)
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya.” (Al-Mujadilah: 22)
Ada seorang gadis mengatakan, bahwa ia tidak mengikuti keyakinan mereka, hanya saja hari Valentine tersebut secara khusus memberikan makna cinta dan suka citanya kepada orang-orang yang memperingatinya.
Saudaraku! Ini adalah suatu kelalaian, padahal sekali lagi: Perayaan ini adalah acara ritual agama lain! Hadiah yang diberikan sebagai ungkapan cinta adalah sesuatu yang baik, namun bila dikaitkan dengan pesta-pesta ritual agama lain dan tradisi-tradisi Barat, akan mengakibatkan seseorang terobsesi oleh budaya dan gaya hidup mereka.
Mengadakan pesta pada hari tersebut bukanlah sesuatu yang sepele, tapi lebih mencerminkan pengadopsian nilai-nilai Barat yang tidak memandang batasan normatif dalam pergaulan antara pria dan wanita sehingga saat ini kita lihat struktur sosial mereka menjadi porak-poranda.
Alhamdulillah, kita mempunyai pengganti yang jauh lebih baik dari itu semua, sehingga kita tidak perlu meniru dan menyerupai mereka. Di antaranya, bahwa dalam pandangan kita, seorang ibu mempunyai kedudukan yang agung, kita bisa mempersembahkan ketulusan dan cinta itu kepadanya dari waktu ke waktu, demikian pula untuk ayah, saudara, suami …dst, tapi hal itu tidak kita lakukan khusus pada saat yang dirayakan oleh orang-orang kafir.
Semoga Allah Subhannahu wa Ta'ala senantiasa menjadikan hidup kita penuh dengan kecintaan dan kasih sayang yang tulus, yang menjadi jembatan untuk masuk ke dalam Surga yang hamparannya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.
Menyampaikan Kebenaran adalah kewajiban setiap Muslim. Kesempatan kita saat ini untuk berdakwah adalah dengan menyampaikan buletin ini kepada saudara-saudara kita yang belum mengetahuinya.
Semoga Allah Ta'ala Membalas 'Amal Ibadah Kita.
Ada Apa Dengan Valentine’s Day
Label: Aqidah, Dunia Akhwat, Waspada | author: Tim Embun Tarbiyah
Bismillah...
Sahabat sekalian, pada bulan Februari, kita selalu menyaksikan media massa, mal-mal, pusat-pusat hiburan bersibuk-ria berlomba menarik perhatian para remaja dengan menggelar pesta perayaan yang tak jarang berlangsung hingga larut malam bahkan hingga dini hari. Semua pesta tersebut bermuara pada satu hal yaitu Valentine's Day. Biasanya mereka saling mengucapkan "selamat hari Valentine", berkirim kartu dan bunga, saling bertukar pasangan, saling curhat, menyatakan sayang atau cinta karena anggapan saat itu adalah “hari kasih sayang”. Benarkah demikian?
Sejarah Valentine's Day
The World Book Encyclopedia (1998) melukiskan banyaknya versi mengenai Valentine’s Day :
“Some trace it to an ancient Roman festival called Lupercalia. Other experts connect the event with one or more saints of the early Christian church. Still others link it with an old English belief that birds choose their mates on February 14. Valentine's Day probably came from a combination of all three of those sources--plus the belief that spring is a time for lovers.”
Perayaan Lupercalia adalah rangkaian upacara pensucian di masa Romawi Kuno (13-18 Februari). Dua hari pertama, dipersembahkan untuk dewi cinta (queen of feverish love) Juno Februata. Pada hari ini, para pemuda mengundi nama –nama gadis di dalam kotak. Lalu setiap pemuda mengambil nama secara acak dan gadis yang namanya keluar harus menjadi pasangannya selama setahun untuk senang-senang dan obyek hiburan. Pada 15 Februari, mereka meminta perlindungan dewa Lupercalia dari gangguan srigala. Selama upacara ini, kaum muda melecut orang dengan kulit binatang dan wanita berebut untuk dilecut karena anggapan lecutan itu akan membuat mereka menjadi lebih subur.
Ketika agama Kristen Katolik masuk Roma, mereka mengadopsi upacara ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani, antara lain mengganti nama-nama gadis dengan nama-nama Paus atau Pastor. Di antara pendukungnya adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I (lihat: The Encyclopedia Britannica, sub judul: Christianity). Agar lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari (lihat: The World Book Encyclopedia 1998).
The Catholic Encyclopedia Vol. XV sub judul St. Valentine menuliskan ada 3 nama Valentine yang mati pada 14 Februari, seorang di antaranya dilukiskan sebagai yang mati pada masa Romawi. Namun demikian tidak pernah ada penjelasan siapa “St. Valentine” termaksud, juga dengan kisahnya yang tidak pernah diketahui ujung-pangkalnya karena tiap sumber mengisahkan cerita yang berbeda.
Menurut versi pertama, Kaisar Claudius II memerintahkan menangkap dan memenjarakan St. Valentine karena menyatakan tuhannya adalah Isa Al-Masih dan menolak menyembah tuhan-tuhan orang Romawi. Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan. Orang-orang yang mendambakan doa St.Valentine lalu menulis surat dan menaruhnya di terali penjaranya.
Versi kedua menceritakan bahwa Kaisar Claudius II menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan kuat dalam medan peperangan dari pada orang yang menikah. Kaisar lalu melarang para pemuda untuk menikah, namun St.Valentine melanggarnya dan diam-diam menikahkan banyak pemuda sehingga iapun ditangkap dan dihukum gantung pada 14 Februari 269 M (lihat: The World Book Encyclopedia, 1998).
Kebiasaan mengirim kartu Valentine itu sendiri tidak ada kaitan langsung dengan St. Valentine. Pada 1415 M ketika the Duke of Orleans dipenjara di Tower of London, pada perayaan hari gereja mengenang St.Valentine 14 Februari, ia mengirim puisi kepada istrinya di Perancis. Kemudian Geoffrey Chaucer, penyair Inggris mengkaitkannya dengan musim kawin burung dalam puisinya (lihat: The Encyclopedia Britannica, Vol.12 hal.242 , The World Book Encyclopedia, 1998).
Lalu bagaimana dengan ucapan “Be My Valentine?” Ken Sweiger dalam artikel “Should Biblical Christians Observe It?” (www.korrnet.org) mengatakan kata “Valentine” berasal dari Latin yang berarti : “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi. Maka disadari atau tidak, -tulis Ken Sweiger- jika kita meminta orang menjadi “to be my Valentine”, hal itu berarti melakukan perbuatan yang dimurkai Tuhan (karena memintanya menjadi “Sang Maha Kuasa”) dan menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala. Dalam Islam hal ini disebut Syirik, yang artinya menyekutukan Allah Subhannahu wa Ta'ala. Adapun Cupid (berarti: the desire), si bayi bersayap dengan panah adalah putra Nimrod “the hunter” dewa Matahari. Disebut tuhan Cinta, karena ia rupawan sehingga diburu wanita bahkan ia pun berzina dengan ibunya sendiri!
Saudaraku, itulah sejarah Valentine’s Day yang sebenarnya, yang seluruhnya tidak lain bersumber dari paganisme orang musyrik, penyembahan berhala dan penghormatan pada pastor. Bahkan tak ada kaitannya dengan “kasih sayang”, lalu kenapa kita masih juga menyambut Hari Valentine? Adakah ia merupakan hari yang istimewa? Adat? Atau hanya ikut-ikutan semata tanpa tahu asal muasalnya?
Bila demikian, sangat disayangkan banyak teman-teman kita -remaja putra-putri Islam- yang terkena penyakit ikut-ikutan mengekor budaya Barat dan acara ritual agama lain. Padahal Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman yang artinya:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertangggungjawabannya” (Al Isra' : 36).
HUKUM ORANG YANG MENGAKU MENGETAHUI YANG GHAIB
Label: Fatawa | author: Tim Embun TarbiyahBismillah....
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum orang yang mengaku mengetahui yang ghaib ?
Jawaban.
Hukum orang yang mengaku mengetahui ilmu yang ghaib adalah kafir, karena ia mendustakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dia berfirman.
“Artinya : Katakanlah : “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan” [An-Naml : 65]
Allah memerintahkan kepada NabiNya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberitahukan kepada manusia bahwa tidak ada seorangpun di bumi maupun di langit yang mengetahui ilmu ghaib kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sesungguhnya orang yang mengaku mengetahui ilmu yang ghaib, maka ia telah mendustakan Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang khabar ini. Kita tanyakan kepada mereka : Bagaimana mungkin kalian mengetahui yang ghaib, sedangkan Nabi saja tidak mengetahui ? Apakah kalian lebih mulia daripada Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam ? Jika mereka menjawab : “Kami lebih mulia daripada Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka mereka telah kafir karena ucapan itu. Jika mereka mengatakan : Bahwa Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih mulia, maka kami katakan : Kenapa Rasul tidak mengetahui yang ghaib, sedangkan kalian mengetahui ? Allah berfirman.
“Artinya : (Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridahiNya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan belakangnya” [Al-Jin : 26-27]
Ini adalah ayat kedua yang menunjukkan atas kafirnya orang yang mengetahui ilmu ghaib. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan NabiNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengabarkan kepada manusia dengan firmanNya.
“Artinya : Katakanlah : “Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku” [Al-An’am : 50]
[Disalin dari kitab Majmu Fatawa Arkanil Islam, edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah dan Ibadah, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Terbitan Pustaka Arafah]